Selasa, 08 Oktober 2013

PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI MELALUI BERMAIN



PENGEMBANGAN KREATIVITAS PADA ANAK USIA DINI MELALUI AKTIVITAS BERMAIN
Oleh: Aris Priyanto*
Abstrak
            Definisi anak usia dini yang dikemukan oleh NAEYC(National Assosiation Education for Young Chlidren) adalah sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0 – 8 tahun. Anak usia dini merupakan sekelompok manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia tersebut para ahli menyebutnya sebagai masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada fisik, kognitif, sosi-emosional, bahasa, dan kreativitas yang seimbang sebagai peletak dasar yang tepat guna pembentukan pribadi yang utuh.
            Kreativitas merupakan salah satu potensi anak yang harus dikembangkan sejak dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif, bila ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan, oleh karena itu perlu dipupuk sejak usia dini. Melalui aktivitas bermain yang sistematis dan disesuiakan dengan kelompok usia pertumbuhan dan perkembangan maka potensi kreativitas anak akan berkembang secara optimal. Bermain sangat penting bagi anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) menyatakan bahwa anak bermain karena mereka punya energi berlebih. Anak bermain karena mereka berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan. Jadi bermain sangat besar sumbangannya terhadap daya kreativitas anak usia dini.
Kata kunci: Anak usia dini, kreativitas, aktifitas bermain
Pendahuluan
            Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia masih termasuk sangat rendah. Sampai dengan tahun 2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah anak usia 0 – 6 tahun di Indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru 28% (7.347.240 anak). Khusus untuk anak 4 – 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Layanan pendidikan kepada anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya sampai dewasa. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991: 27) bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya.
      Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorah ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Maka masa kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi sekali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan kecerdasan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Layanan pendidikan untuk anak usia dini dalam tulisan ini adalah dengan pendekatan bermain. Bermain sambil belajar merupakan sebuah slogan yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan, yakni belajar yang dilakukan anak adalah melalui bermain. “Bermain sambil belajar” slogan ini sangat sesuai dengan karakteristik kurikulum untuk anak usia dini, terutama kurikulum untuk anak Taman Kanak-Kanak. Bermain, disebutkan dalam kurikulum merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, dan menggunakan strategi metode, materi,/bahan, media yang menarik, serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna (Puskur Balitbang, 2002).
Salah satu potensi yang dimiliki anak adalah kreativitas. Kreativitas anak usia dini dapat dikembangkan melalui bermain, hal ini diperkuat dengan penelitiannya Munandar (2004: 94) bahwa menunjukan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Vygotsky (Sofia Hartati. 2005: 15-16) meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan. Bermain memberikan suatu konteks bagi anak untuk mempraktekan keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga untuk berfungsi pada puncak kemampuan mereka yang berkembang untuk mengambil peran-peran social baru, memcoba tugas-tugas baru dan menantang, serta memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain itu untuk mendukung perkembangan kognitif, bermain memerankan fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, emosi, dan social anak. Anak mengekspresikan dan mengemukakan ide-ide, pikiran, dan perasaan mereka ketika terlibat dalam bermain simbolik. Selama bermain anak dapat belajar mengendalikan emosi, berinteraksi dengan yang lain, memecahkan konflik, dan memperoleh rasa berkemampuan. Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak. Oleh karena itu, bermain yang dilakukan oleh anak dan didukung oleh guru merupakan komponen yang esensial dari pembelajaran berorientasi pada perkembangan.
Anak usia dini
            Pengertian anak usia dini memiliki batasan usia dan pemahaman yang beragam, tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Secara tradisional pemahaman tentang anak sering diidentifikasikan sebagai manusia dewasa mini, masih polos dan belum bisa apa-apa atau dengan kata lain belum mampu berfikir. Pemahaman lain tentang anak usia dini adalah anak merupakan manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Hurlock (1980), masa anak usia dini dimulai stelah bayi yang penuh dengan ketergantungan, yaitu kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual. Ia memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya. Karakteristik anak usia dini yang khas menurut Richard D. Kellough (1996) adalah: 1. Anak itu bersifat Egosentris, ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari perilakunya seperti masih berebut alat-alat mainan, menangis bila menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan sesuatu terhadap orang lain. Karakteristik seperti ini terkait dengan perkembangan kognitifnya yang menurut Piaget disebutkan bahwa anak usia dini sedang berada pada fase transisi dari fase praoperasional (2-7) ke fase operasional konkret (7-11). 2. Anak Memiliki Rasa Inggin Tahu Yang Besar, Menurut persepsi anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan anak yang tinggi. Rasa keingintahuan sangatlah bervariasi, tergantung dengan apa yang menarik perhatiannya. Sebagai contoh, anak lebih tertarik dengan benda yang menimbulkan akibat dari pada benda yang terjadi dengan sendirinya. 3. Anak adalah Mahluk Sosial, Anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya. Mereka senang bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaannya. Mereka secara bersama saling memberikan semangat dengan sesama temannya. Anak membangun konsep diri sendiri melalui interaksi sosial. Ia akan membangun kepuasan melalui penghargaan diri ketika diberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan temannya. 4. Anak Bersifat Unik, Anak merupakan individu yang unik di mana masing-masing memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berseda satu dengan yang lainnya. Di samping memiliki kesamaan, menurut Bredekamp (1987), anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. 5. Anak Umumnya Kaya Dengan Fantasi, Anak senang dengan hal-hal yang bersifat imajinasi, sehingga pada umumnya ia kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalaman-pengalaman aktualnya atau kadang bertanya hal-hal gaib sekalipun. Hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Sebagai contoh, ketika anak melihat gambar sebuah robot, maka imajinasinya berkembang bagaimana robot itu berjalan dan bertempur dan seterusnya. 6. Anak memiliki daya konsentrasi yang pendek, Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain, kecuali memang kegiatan tersebut selain menyenangkan juga bervariasi  dan tidak membosankan. Menurut Berg (1988) disebutkan bahwa sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya perhatian yang pendek membuat ia sangat sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama, kecuali terhadap hal-hal yang menyenangkan, pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan. 7. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial, Masa usia dini disebut sebagai masa golden age atau magic years, NAEYC(1992) mengemukan bahwa masa-masa awal kehidupan tersebut sebagai masa-masanya belajar dengan slogannya: “Early Years are Learning Years“. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini, anak mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat pada berbagai aspek. Pada periode ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya.
Kreativitas
            Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara tuntas. Ada beberapa pengertian menurut para ahli tentang kreativitas, menurut Supriyadi (2001: 7) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Munandar (1995) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat. Endang Rini Sukamti (2010: 53) kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang yang bermakna atau bermanfaat. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan ide, gagasan yang dikombinasikan dari hasil penemuan-penemuan sebelumnya, akhirnya menjadi karya baru yang berguna.
            Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berfikir dan bekerja kreatif, dan motivasi instrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut, yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection), dapat digambarkan sebagai berikut ini:
The Creativity Intersection
Gambar 1. Teori Persimpangan Kreativitas
Sumber: T.M. Amabile (Munandar, 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat)
Proses berfikir kreatif, Gambaran mengenai bagaimana dan kapan proses kreatif sedang berjalan teramat abstrak untuk dijelaskan. Proses kreatif berjalan bersifat misterius, personal, dan subyektif. Menurut Wallas ada empat tahap dalam proses kreati yaitu: 1. Persiapan, adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dlam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapinya. 2. Inkubasi, adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu, bisa lama, dan bisa juga sebentar. Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat lagi pada saat berakhirnya tahap pengeraman dan munculnya masa berikutnya. 3. Iluminasi, yaitu tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan. 4. Verifikasi, adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan kritis, yang sudah mulai dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.
Bermain
Pengertian bermain, Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai bermain, Hurlock dalam Tadkiroatun Musfiroh (2008 : 1) mengemukakan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Plato, Aristoteles, Frobel dalam Mayke S. (2007: 2) menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli tentang definisi bermain, dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dapat merangsang kreativitas serta daya fikir anak secara optimal tanpa anak tersebut merasa terpaksa untuk melakukannya. Kegiatan bermain untuk bagi anak-anak dapat memberi pelajaran atau pengalaman bagaimana beradaptasi baik itu dengan lingkungan, orang lain, maupun dengan dirinya sendiri. Dalam kegiatan bermain anak-anak tidak sungguh-­sungguh, melainkan bertindak sesuai perannya, akan tetapi walaupun demikian bermain merupakan suatu hal yang serius bagi mereka.
Ciri-ciri Bermain, Kegiatan bermain mengandung unsur: (1) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; anak menikmati kegiatan bermain tersebut; mereka tampak riang dan senang; (2) dorongan bermain bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; (3) anak melakukan secara spontan dan suka rela; anak tidak merasa diwajibkan; (4) semua anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-masing; (5) anak berlaku pura-pura, atau memerankan sesuatu; anak pura-pura marah atau menangis; (6) anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi dari orang lain maupun aturan yang baru; aturan main itu dipatuhi oleh semua peserta bermain; (7) anak berlaku aktif; mereka melompat atau menggerakan tubuh, tangan dan  tidak sekedar melihat; (8) anak bebas memilih mau bermain apa dan beralih ke kegiatan bermain lain; bermain bersifat fleksibel.

  Berikut ini merupakan ciri-ciri bermain yang ditampilkan secara visual.
Rounded Rectangle: Anak-anak terlibat aktif bersama - sama                                   
                                   
 











Gambar 2. Ciri-ciri bermain
Sumber:  Tadkiroatun Musfiroh (2008: 4 Cerdas melalui Bermain)


Pengembangan Kreativitas melalui Bermain
            Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak. Mulai bermain secara alamiah anak menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri. Dalam bermain anak-anak dapat menghargai perasaan orang lain dan merasakan kepercayaan diri mereka dalam proses yang dinamis, hal-hal yang terpenting untuk dirinya dan pengalaman bermain yang positif (Caplan & Caplan, 1974 dalam Carrol, 1992). Bagi anak-anak dunia bermain adalah dunia mereka. Bermain mempengaruhi pikiran, mental, kematangan emosional dan perkembangan jiwa mereka. Saat bermain anak merasa bebas menemukan dunianya  sendiri dalam berkarya dan merasa berkaya.
            Bermain menyediakan kesempatan untuk melahirkan ide-ide dan memperluas ide-ide baru. Ide-ide tersebut untuk diujicobakan di dalam suasana yang tidak konduksif untuk mengembangkan kemampuan mengembangkan masalah anak-anak (Sawyers, Moran, dan Tegano, 1986). Dengan demikian dalam bermain akan tumbuh daya kreativitas. Kreativitas dikembangkan melalui pengalaman bermain yang imajinatif, membiarkan anak-anak untuk terlibat dalam bermain peran untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan inovatif dalam proses bermain peran (Curry, and Arnaud,1984).
            Anak usia dini yang terlibat dalam pembelajaran imajinatif diharapkan mampu menghasilkan respon yang sesungguhnya terhadap tugas-tugas kreativitas (Moren, Sawyer, Fu, dan Milgram, 19884). Lingkungan bermain tidak selalu menyertakan harapan-harapan yang pasti bagi tingkah laku anak dan pendidikannya di masa datang. Oleh karena itu, selalu ada resiko tidak setuju dengan keadaan dan melahirkan berbagai ide yang berbeda yang merupakan komponen penting dari perkembangan kreativitas anak (Starkwather, 1971).
            Demikian besar peran bermain dalam kehidupan anak sebagaimana diungkapkan oleh banyak ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan sarana utama dalam pengembangan kreativitas anak. Kegiatan-kegiatan kreatif tersebut tidak hanya terbatas pada ekspresi seni, namun aktivitas kelas di setiap aspek kegiatan memiliki potensi untuk megangkat kreativitas jika guru dan materi yang disajikan dapat meningkatkan eksplorasi, ide-ide baru dan solusi pemecah masalah. Jadi, perkembangan kreativitas anak merupakan lanjutan dari proses pembelajaran melalui permainan yang didukung oleh sarana-sarana bermain yang ada dan lingkungan belajar yang flesibel (Papler, 1986, 1986; dalam Carol, 1992).
            Bermain sangat penting bagi perkembangan anak pada semua fase perkembangan. Berbagai penelitian menunjukan bahwa permainan imajinasi (bermain simbolis) dapat mengembangkan berbagai kemampuan, termasuk kreativitas, perkembangan daya ingat, kerja sama, penerimaan kosa kata, persahabatan, dan pengendalian diri.
            Kreativitas bukanlah sebagai perkembangan tambahan; tapi komponen utuh dari lingkungan bermain yang spontan dan potensial. Kreativitas merupakan aspek tetap dalam semua aspek perkembangan. Oleh karenanya, sebuah pembelajaran tidak hanya terfokus pada satu area; akan tetapi harus mendukung dan menguatkan perkembangan anak di segala aspek. Lingkungan bermain yang kreatif adalah dasar filosofi dari suatu bentuk pembelajaran yang dapat mengembangkan kreatifitas pada anak usia dini.
            Kegiatan bermain yang dilakukan anak pada dasarnya mencerminkan tingkat, tingkat perkembangan mereka. Berikut akan diuraikan tentang tahapan bermaian dari beberapa ahli. Sesuai dengan tingkat usia seorang anak, tahapan bermain di bagi menjadi tiga tahap, yaitu:
  1. Exploration Play (0 – 2 tahun); Dalam tahap ini anak sudah mulai timbul rasa ingintaunya untuk menjelajahi dunia sekitar dan dirinya sendiri. Anak akan bergerak ke sana ke mari hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya, dilakukan tanpa aturan serta tujuan yang jelas.
  2. Competency Play (3 – 6 tahun); adalah tahap anak melakukan aktivitas dengan cara meniru orang lain yang dilihatnya. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu, misalnya cara memegang crayon atau pensil.
  3. Achievement Play (7 – 10 tahun); adalah tahap permainan di mana anak sudah mulai melakukan kegiatan bermain yang sifatnya kompetitif. Kegiatan ini dilakukan karena anak sudah ingin menunjukan pretasinya
Kesimpulan
            Bermain sangat penting bagi anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dengan bermain berkembangan anak akan tercapai secara optimal. Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kreativitas anak usia dini.
Daftar Pusaka
Akbar R, dkk. (2001). Kreativitas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Catron, Carol E. & Allen, Jan (1999). Early Childhood Curriculum A creative-Play Modell. New

Jersey:   Prentice-Hall.

Direktorat Tenaga Teknis.  (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6 Tahun,

Jakarta: PT   Grasindo.

Hartati, S. (2005). Perkembangan Belajar pada Anak Usia Dini. Depdiknas Dirjen Dikti. Jakarta


Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo. Jakarta: 

Erlangga, 1996
Munandar, Utami S.C. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah
Jakarta : PT Grasindo
Musfiroh, T. (2008). Cerdas Melalui Bermain, Jakarta: PT Grasindo

Puskur Balitbang, 2002a. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Taman Kanak-kanak, Sekolah

Dasar, dan Sekolah Menengah: kebijakan kurukulum. Jakarta: Pusat Kurikulum

Balitbang, Depdiknas
Semiawan, C.R. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini: Pendidikan
Sukamti, Endang R. dkk. (2010). Bermain dan Kreativitas sebagai Fondasi bagi Tumbuh
            Kembang Anak Usia Dini. FIK UNY: Yogyakarta
Supriyadi, D. (2001). Kreativitas Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Bandung: Alfabeta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar