Selasa, 08 Oktober 2013

KIAT MENJADI GURU PENJAS YANG PROFESIONAL



                                               
KIAT MENJADI GURU PENDIDIKAN JASMANI YANG PROFESIONAL
Oleh: Aris Priyanto. M.Or
         Perbincangan tentang bagaimana meningkatkan profesionalisme, selama beberapa tahun terakhir ini terangkat menjadi sebuah fokus secara nasional. Persoalan ini disadari sebagai pokok masalah yang harus dapat dipecahkan, meskipun kalangan guru Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjas) di lapangan, hampir selalu mengajukan alasan yakni profesional sukar ditingkatkan karena ketiadaan sarana dan prasarana olahraga. Bahkan juga ada keluhan, kepala sekolah kurang memberikan perhatian, dan para pengawas kurang menguasai subtansi pendidikan jasmani.
4 (empat) kompentensi guru.
           Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992: 220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap, nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
          Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
            Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1). Kompetensi Pedagogik
            Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2). Kompetensi Kepribadian
         Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3). Kompetensi Sosial
         Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4). Kompetensi Profesional
          Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
Tugas Guru Penjas
        Tugas guru yang pertama ialah mengajar. Guru berupaya untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan melalui penyediaan seperangkat tugas-tugas ajar sebagai sebuah pengalaman kepada para siswanya. Namun, kesemuanya itu tidak cukup untuk mencapai tujuan pendidikan secara menyeluruh. Guru juga berurusan dengan tugas pembinaan dan sekaligus pembentukan watak (karakter) yang erat kaitannya dengan sifat-sifat kepribadian. Pembinaan dan pembentukan watak berdasarkan pada penguasaan dan pengamalan nilai-nilai yang dianggap luhur. Karena itu guru penjas berhadapan dengan tugas yang lebih utama yaitu mendidik. Pengajaran dan pendidikan sama sekali tidak dapat dipisahkan.
        Kualitas pengajaran mencakup dua aspek yakni proses dan hasil. Mutu proses berkenaan dengan keterjadian pelaksanaan pengajaran yang melibatkan sejumlah faktor, meliputi guru, siswa, lingkungan, dan tugas ajar. Sedangkan hasil berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan yang lain dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif. Berkenaan dengan kedua jenis ukuran keberhasilan tersebut, kerangka berpikir yang akan diterapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan jasmani adalah bahwa hasil merupakan akibat dari proses. Berdasarkan alasan itu, maka bantuan utama kepada guru penjas ialah memperbaiki proses pengajaran, beserta faktor-faktor yang terkait. Faktor lingkungan berupa pra kondisi sekolah menjadi bagian yang melekat dengan proses. Misalnya, ketiadaan halaman sekolah atau lapangan olahraga yang terdekat merupakan alasan yang paling menentukan yang menyebabkan kurikulum pendidikan jasmani tidak dapat dilaksanakan.
Inovasi apa yang harus dilakukan Guru Penjas agar menjadi Profesional
Guru memerlukan totalitas di dalam pembelajarannya, totalitas di sini yang dimaksud adalah guru penjas memerlukan integritas, kreativitas, progresivitas, kapabilitas dan personalitas dalam pembelajarannya. Pembelajaran memerlukan integritas guru yang memadai. Guru jujur dalam menghdapi segala sesuatu di dalam proses pembelajarannya, apa yang diajarkannya seharusnya sesuai dengan perkembangan ilmu yang ada, tidak kaku dalam menjabarkan kurikulum (KTSP/kurikulum 2013).
Pikiran yang dapat melakukan interkoneksi dengan cepat dan lincah diperlukan oleh guru penjas pada jaman ini. Terkadang siswa daat mengetahui suatu informasi lebih cepat dari pada sang guru, karena mereka memiliki kesempatan lebih dahulu untuk bermain di dunia maya. Oleh karena itu guru pada saat ini tidak boleh “gaptek“ alias gagap teknologi terutama untuk berselancar di dunia maya. Enternet menyediakan hampir semua fasilitas yang kita perlukan untuk pembelajaran. Pembelajaran dalam bentuk E-Learning, Power Point Presentation (PPT), buku-buku E-book, vidio, potret-potret peristiwa dan lain sebagainya.
Mengelola Fasilitas dan Sumber Belajar
        Fasilitas olahraga merupakan masalah yang pelik, karena pra kondisi sekolah yang tidak kondusif, lebih-lebih di kota besar. Perencanaan sebuah sekolah hampir selalu tidak dengan kreativitas yang mengikut sertakan fasilitas olahraga. Di tengah kesulitan itu, guru dihadapkan dengan kreativitas yang dalam banyak hal memerlukan lingkungan sekolah yang mendukung. Berkaiatan dengan hal ini, kebijakan sekolah dapat memantau untuk memperoleh solusi. Diantaranya, melalui “sekolah terbuka” maka dilaksanakan kebijakan yakni sekolah terbuka kepada masyarakat terdekat, demikian juga sebaliknya, masyarakat juga terbuka kepada sekolah. Apa maksudnya? Fasilitas olahraga yang ada di sekolah, dapat digunakan oleh masyarakat di sekitarnya, dan sebaliknya, fasilitas olahraga yang ada di masyarakat dapat dipakai oleh sekolah.
        Karena sulit juga bagi sebuah sekolah untuk memiliki sendiri fasilitas olahraga, maka cara lain yaitu fasilitas itu dimiliki bersama dan dikembangkan secara bersama pula oleh beberapa sekolah sebagai sebuah rumpun. Model ini sangat tepat untuk sekolah di daerah berpenduduk padat, terutama yang terdapat di kota-kota besar.
        Dalm situasi tertentu, guru penjasorkes, sebenarnya berkesempatan untuk membuat alat-alat sederhana. Misalnya, untuk pengajaran atletik, maka dapat dimanfaatkan alat-alat sederhana yang tidak harus sebagaimana aslinya. Yang diutamakan adalah fungsinya, meskipun memang, cukup menghambat bagi kepentingan pelatihan teknik yang bermutu tinggi. Yang diutamakan ialah peningkatan pemahaman, apresiasi hingga kemudian, jika sudah tertanam, mudah untuk ditingkatkan dengan memakai alat yang sebenarnya.
Mengelola perilaku
        Keunikan pendidikan jasmani terletak pada proses pengeloaan perilaku. Suasana kelas jauh berbeda dengan kelas dalam misalnya, mata pelajaran matematika, bahasa, dll. Pelajaran penjasorkes sangat khas, karena pertama, yang dimanfaatkan adalah pengalaman gerak itu sendiri dalam keadaan siswalah yang aktif menggerakan dirinya. Kedua, tujuan yang ingin dicapai sedemikian majemuk, karena tidak sebatas melulu sebatas pencapaian peningkatan keterampilan atau kebugaran jasmani. Seberapa banyak perubahan perilaku yang terjadi setelah siswa mengikuti program pendidikan jasmani dihadapkan pula dengan masalah bagaimana mengelola perubahan perilaku yang diharapkan.
        Suasana dapat berubah kacau balau karena siswa tidak dapat memusatkan perhatiannya atau malah melakukan tugas lainnya yang tidak diinstruksikan. Malah bisa juga terjadi, meskipun tugas gerak itu dilakukan tetapi tidak sepenuh hati. Bahkan mungkin, ada diantaranya yang asyik mengganggu teman-temannya atau malah duduk diam saja, tanpa semangat. Pendek kata, guru dihadapakan pada perilaku perorangan yang selanjutnya terangsang oleh perilaku kelompok. Dalam situasi demikian guru harus pandai mengelola kelas dan perilaku siswanya, di samping mengelola tugas-tugas ajar.
        Untuk menguwasai dari perilaku menyimpang dari instruksi, guru harus dapat melaksanakan pengawasan menyeluruh. Dengan demikian siasat yang dapat dilakukan, jika di dalam gedung, yaitu berdiri mepet dengan dinding, sehingga semua siswa dapat diamati. Selain itu, tindakan segera menghampiri anak yang tidak dapat berkonsentrasi dapat pula membantu untuk mengingatkan untuk lebih antusias. Pendekatan ini dapat diperkuat dengan ungkapan khas, komando verbal yang bertujuan untuk mendorong dan menggiatkan siswa untuk melaksanakan tugas gerak. Keseluruhan adegan itu juga memerlukan pemberian unsur pengukuh seperti yang telah dipaparkan tadi. Kombinasi antara instruksi, pujian, ungkapan verbal dapat menambah kegairahan anak untuk giat berlatih.
        Yang perlu diciptakan adalah atmosfir kelas yang menyenangkan. Guru harus penuh kepedulian dan cinta kasih kepada siswanya. Penampilan sebagai pemimpin yang tegas tetapi kejam akan menimbulkan suasana tegang dan kemurungan dalam kelas. Kelembutan dibalik ketegasan merupakan sebuah taktik, dengan pengertian tidaklah guru bersikap permisif dan membiarkan siswanya sesukanya, sehingga pengajaran menjadi kacau balau.
        Di antara misi penting dalam pengeloaan perilaku ialah penanaman kebiasaan untuk mematuhi norma dan nilai. Kebiasaan itu dapat berupa, berpakaian olahraga yang rapi, bersih (tidak harus baru), seperti halnya sepatu olahraga dengan ukuran yang pas dan kaos kaki yang bersih. Aspek kesehatan menjadi bagian yang melekat, sehingga budaya “anti rokok” merupakan bagian dari kampanye kesehatan yang dilancarkan guru tak henti-hentinya. Lingkungan hidup kini semakin berbahaya, dan karena itu, pencegahan terhadap bahaya narkoba juga menjadi bagian dari tugas guru penjasorkes. Kebugaran dan keterampilan fisik harus selalu dijaga dan ditingkatkan karena siswa akan lebih menghargai gurunya bila secara nyata guru dapat memberikan contoh yang baik dan benar dalam praktik olahraga, prestasi olahraga yang dihasilkan/ditunjukan dapat semakin meningkatkan wibawa guru di mata siswanya.
Daftar Pustaka
Aip Syarifuddin dkk. (1993). Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Martinis Yamin. (2004). Strategi pembelajaran berbasis kompetens. Jakarta: Gaung  Persada Press.
Naskah Standar Pembelajaran Pendidikan Jasmani SMA. (2003). Azas dan falsafah penjas. Jakarta: Depdiknas.
Slamet. (2009). Makalah peningkatan kinerja guru. Yogyakarta: SMAN 1 Yogyakarta
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Wolfolk, Anita E. (l984).  Educational psychology for teacher. Englewood cliffs, New jersey:  Prentice-Hall Inc.




2 komentar:

  1. Ternyata skill managerial begitu penting dikuasai oleh guru penjas. Jadi makin semangat memenggal stigma negatif tentang guru penjas yang sampai detik ini masih menggerogoti mindset masyarakat :)
    Terimakasih atas paparannya :)
    Salam kenal dari Irfan Andriarto
    [ andriarto.blog.uns.ac.id ]

    BalasHapus
  2. Kompetensi guru wajib dikuasai dan diimplementasikan, mantap makalahnya

    BalasHapus