KIAT MENJADI
GURU PENDIDIKAN JASMANI YANG PROFESIONAL
Oleh:
Aris Priyanto. M.Or
Perbincangan tentang bagaimana
meningkatkan profesionalisme, selama beberapa tahun terakhir ini terangkat
menjadi sebuah fokus secara nasional. Persoalan ini disadari sebagai pokok
masalah yang harus dapat dipecahkan, meskipun kalangan guru Pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan (penjas) di lapangan, hampir selalu mengajukan alasan
yakni profesional sukar ditingkatkan karena ketiadaan sarana dan prasarana
olahraga. Bahkan juga ada keluhan, kepala sekolah kurang memberikan perhatian,
dan para pengawas kurang menguasai subtansi pendidikan jasmani.
4 (empat) kompentensi
guru.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton,
(1992: 220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills,
attitudes, values, and appreciation thet are deemed critical to successful
employment”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi
tugas, keterampilan, sikap, nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan
hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi
merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam
melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya,
dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang
berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan
dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar,
2006 : 130).
Dari pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan
dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan
(2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam
tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran,
pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang
harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1). Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
1). Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator
esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami
landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial:
memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran;
menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi
yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator
esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi
(assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai
metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial:
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan
memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2).
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki
indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai
dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator
esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki
etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator
esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,
sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan
bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator
esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan
memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan
memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan
taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani
peserta didik.
3).
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4).
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
Menguasai substansi keilmuan yang terkait
dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada
dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan
memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian
kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas
bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara
utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara
mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content)
maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang
mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan;
dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru
yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun
Naim, 2009:60).
Tugas
Guru Penjas
Tugas
guru yang pertama ialah mengajar. Guru berupaya
untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan melalui penyediaan seperangkat
tugas-tugas ajar sebagai sebuah pengalaman kepada para siswanya. Namun,
kesemuanya itu tidak cukup untuk mencapai tujuan pendidikan secara menyeluruh.
Guru juga berurusan dengan tugas pembinaan dan sekaligus pembentukan watak
(karakter) yang erat kaitannya dengan sifat-sifat kepribadian. Pembinaan dan
pembentukan watak berdasarkan pada penguasaan dan pengamalan nilai-nilai yang
dianggap luhur. Karena itu guru penjas berhadapan dengan tugas yang lebih utama
yaitu mendidik. Pengajaran dan pendidikan sama sekali tidak dapat dipisahkan.
Kualitas pengajaran mencakup dua aspek yakni
proses dan hasil. Mutu proses berkenaan dengan keterjadian pelaksanaan
pengajaran yang melibatkan sejumlah faktor, meliputi guru, siswa, lingkungan,
dan tugas ajar. Sedangkan hasil berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan yang
dapat dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan yang lain dapat
dinyatakan dalam ukuran kuantitatif. Berkenaan dengan kedua jenis ukuran
keberhasilan tersebut, kerangka berpikir yang akan diterapkan untuk meningkatkan
mutu pendidikan jasmani adalah bahwa hasil merupakan akibat dari proses.
Berdasarkan alasan itu, maka bantuan utama kepada guru penjas ialah memperbaiki
proses pengajaran, beserta faktor-faktor
yang terkait. Faktor
lingkungan berupa pra kondisi sekolah menjadi bagian yang melekat dengan
proses. Misalnya, ketiadaan halaman sekolah atau lapangan olahraga yang
terdekat merupakan alasan yang paling menentukan yang menyebabkan kurikulum
pendidikan jasmani tidak dapat dilaksanakan.
Inovasi
apa yang harus dilakukan Guru Penjas agar menjadi Profesional
Guru memerlukan totalitas di
dalam pembelajarannya, totalitas di sini yang dimaksud adalah guru penjas
memerlukan integritas, kreativitas, progresivitas, kapabilitas dan personalitas
dalam pembelajarannya. Pembelajaran memerlukan integritas guru yang memadai.
Guru jujur dalam menghdapi segala sesuatu di dalam proses pembelajarannya, apa
yang diajarkannya seharusnya sesuai dengan perkembangan ilmu yang ada, tidak
kaku dalam menjabarkan kurikulum (KTSP/kurikulum 2013).
Pikiran yang dapat melakukan
interkoneksi dengan cepat dan lincah diperlukan oleh guru penjas pada jaman
ini. Terkadang siswa daat mengetahui suatu informasi lebih cepat dari pada sang
guru, karena mereka memiliki kesempatan lebih dahulu untuk bermain di dunia
maya. Oleh karena itu guru pada saat ini tidak boleh “gaptek“ alias gagap
teknologi terutama untuk berselancar di dunia maya. Enternet menyediakan hampir
semua fasilitas yang kita perlukan untuk pembelajaran. Pembelajaran
dalam bentuk E-Learning, Power Point Presentation (PPT), buku-buku
E-book, vidio, potret-potret
peristiwa dan lain sebagainya.
Mengelola
Fasilitas dan Sumber Belajar
Fasilitas olahraga merupakan masalah yang pelik, karena pra kondisi
sekolah yang tidak kondusif, lebih-lebih di kota
besar. Perencanaan sebuah sekolah hampir selalu tidak dengan kreativitas yang
mengikut sertakan fasilitas olahraga. Di tengah kesulitan itu, guru dihadapkan
dengan kreativitas yang dalam banyak hal memerlukan lingkungan sekolah yang
mendukung. Berkaiatan dengan hal ini, kebijakan sekolah dapat memantau untuk
memperoleh solusi. Diantaranya, melalui “sekolah terbuka” maka dilaksanakan
kebijakan yakni sekolah terbuka kepada masyarakat terdekat, demikian juga
sebaliknya, masyarakat juga terbuka kepada sekolah. Apa maksudnya? Fasilitas
olahraga yang ada di sekolah, dapat digunakan oleh masyarakat di sekitarnya,
dan sebaliknya, fasilitas olahraga yang ada di masyarakat dapat dipakai oleh
sekolah.
Karena sulit juga bagi sebuah sekolah
untuk memiliki sendiri fasilitas olahraga, maka cara lain yaitu fasilitas itu
dimiliki bersama dan dikembangkan secara bersama pula oleh beberapa sekolah
sebagai sebuah rumpun. Model ini sangat tepat untuk sekolah di daerah
berpenduduk padat, terutama yang terdapat di kota-kota besar.
Dalm situasi tertentu, guru
penjasorkes, sebenarnya berkesempatan untuk membuat alat-alat sederhana.
Misalnya, untuk pengajaran atletik, maka dapat dimanfaatkan alat-alat sederhana
yang tidak harus sebagaimana aslinya. Yang diutamakan adalah fungsinya,
meskipun memang, cukup menghambat bagi kepentingan pelatihan teknik yang
bermutu tinggi. Yang diutamakan ialah peningkatan pemahaman, apresiasi hingga
kemudian, jika sudah tertanam, mudah untuk ditingkatkan dengan memakai alat
yang sebenarnya.
Mengelola perilaku
Keunikan pendidikan jasmani terletak pada proses
pengeloaan perilaku. Suasana kelas jauh berbeda dengan kelas dalam misalnya,
mata pelajaran matematika, bahasa, dll. Pelajaran penjasorkes sangat khas,
karena pertama, yang dimanfaatkan adalah pengalaman gerak itu sendiri dalam
keadaan siswalah yang aktif menggerakan dirinya. Kedua, tujuan yang ingin
dicapai sedemikian majemuk, karena tidak sebatas melulu sebatas pencapaian
peningkatan keterampilan atau kebugaran jasmani. Seberapa banyak perubahan
perilaku yang terjadi setelah siswa mengikuti program pendidikan jasmani
dihadapkan pula dengan masalah bagaimana mengelola perubahan perilaku yang
diharapkan.
Suasana
dapat berubah kacau balau karena siswa tidak dapat memusatkan perhatiannya atau
malah melakukan tugas lainnya yang tidak diinstruksikan. Malah bisa juga
terjadi, meskipun tugas gerak itu dilakukan tetapi tidak sepenuh hati. Bahkan
mungkin, ada diantaranya yang asyik mengganggu teman-temannya atau malah duduk
diam saja, tanpa semangat. Pendek kata, guru dihadapakan pada perilaku
perorangan yang selanjutnya terangsang oleh perilaku kelompok. Dalam situasi
demikian guru harus pandai mengelola kelas dan perilaku siswanya, di samping
mengelola tugas-tugas ajar.
Untuk
menguwasai dari perilaku menyimpang dari instruksi, guru harus dapat
melaksanakan pengawasan menyeluruh. Dengan demikian siasat yang dapat
dilakukan, jika di dalam gedung, yaitu berdiri mepet dengan dinding, sehingga
semua siswa dapat diamati. Selain itu, tindakan segera menghampiri anak yang
tidak dapat berkonsentrasi dapat pula membantu untuk mengingatkan untuk lebih
antusias. Pendekatan ini dapat diperkuat dengan ungkapan khas, komando verbal
yang bertujuan untuk mendorong dan menggiatkan siswa untuk melaksanakan tugas
gerak. Keseluruhan adegan itu juga memerlukan pemberian unsur pengukuh seperti
yang telah dipaparkan tadi. Kombinasi antara instruksi, pujian, ungkapan verbal
dapat menambah kegairahan anak untuk giat berlatih.
Yang
perlu diciptakan adalah atmosfir kelas yang menyenangkan. Guru harus penuh
kepedulian dan cinta kasih kepada siswanya. Penampilan sebagai pemimpin yang
tegas tetapi kejam akan menimbulkan suasana tegang dan kemurungan dalam kelas.
Kelembutan dibalik ketegasan merupakan sebuah taktik, dengan pengertian
tidaklah guru bersikap permisif dan membiarkan siswanya sesukanya, sehingga
pengajaran menjadi kacau balau.
Di
antara misi penting dalam pengeloaan perilaku ialah penanaman kebiasaan untuk
mematuhi norma dan nilai. Kebiasaan itu dapat berupa, berpakaian olahraga yang
rapi, bersih (tidak harus baru), seperti halnya sepatu olahraga dengan ukuran
yang pas dan kaos kaki yang bersih. Aspek kesehatan menjadi bagian yang
melekat, sehingga budaya “anti rokok” merupakan bagian dari kampanye kesehatan
yang dilancarkan guru tak henti-hentinya. Lingkungan hidup kini semakin
berbahaya, dan karena itu, pencegahan terhadap bahaya narkoba juga menjadi
bagian dari tugas guru penjasorkes. Kebugaran dan keterampilan fisik harus
selalu dijaga dan ditingkatkan karena siswa akan lebih menghargai gurunya bila
secara nyata guru dapat memberikan contoh yang baik dan benar dalam praktik
olahraga, prestasi olahraga yang dihasilkan/ditunjukan dapat semakin
meningkatkan wibawa guru di mata
siswanya.
Daftar Pustaka
Aip Syarifuddin dkk. (1993). Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Martinis
Yamin. (2004). Strategi pembelajaran
berbasis kompetens. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Naskah
Standar Pembelajaran Pendidikan Jasmani SMA. (2003). Azas dan falsafah penjas. Jakarta: Depdiknas.
Slamet. (2009).
Makalah peningkatan kinerja guru. Yogyakarta: SMAN 1 Yogyakarta
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Wolfolk, Anita E.
(l984). Educational psychology for teacher. Englewood cliffs, New
jersey: Prentice-Hall Inc.
Ternyata skill managerial begitu penting dikuasai oleh guru penjas. Jadi makin semangat memenggal stigma negatif tentang guru penjas yang sampai detik ini masih menggerogoti mindset masyarakat :)
BalasHapusTerimakasih atas paparannya :)
Salam kenal dari Irfan Andriarto
[ andriarto.blog.uns.ac.id ]
Kompetensi guru wajib dikuasai dan diimplementasikan, mantap makalahnya
BalasHapus