INTERNALISASI NILAI-NILAI OLAHRAGA
MELALUI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA(PENJASOR) DI SEKOLAH
Aris Priyanto
Pengawas SMA, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta,
aris_smasiji@yahoo.com
Dewasa ini dunia olahraga nasional menjadi sorotan tajam masyarakat.
Berbagai kejadian menuai keprihatinan mulai dari prestasi olahraga Indonesia di
Asian Games 2014 yang ”jeblok”,
gagalnya Timnas U-19 di ajang piala Asia, meninggalnya atlet nasional balap
sepeda karena kecelakaan saat latihan, sampai pada masalah-masalah di salah
satu induk cabang olahraga sepak bola (PSSI), yaitu protes kepada wasit yang
berlebihan, saling lempar kesalahan dan adanya tudingan mafia sepak bola,
permainan kasar di lapangan yang jauh dari nilai-nilai olahraga, perkelahian
antar pemain/suporter yang berujung pada tewasnya beberapa penonton, dan titik
puncaknya pada kasus heboh yaitu ”sepak bola gajah” antara PSS Sleman vs PSIS Semarang.
Jebloknya prestasi olahraga nasional
dan banyaknya perilaku menyimpang dari para pelaku olahraga di tanah air yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai olahraga akhir-akhir ini mendorong berbagai
pihak mempertanyakan efektivitas penanaman nilai-nilai olahraga dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani
di sekolah. Sebagai salah satu pilar dari Tri Pusat Pendidikan, institusi
sekolah memberi andil terhadap penanaman nilai-nilai olahraga karena dalam
pembelajarannya ada tiga domain yang digarap yaitu, afektif, psikomotor dan
kognitif.
Prestasi olahraga tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sikap mental para
pelaku olahraga. Nilai-nilai olahraga seperti antusias, sportivitas, fair play, tanggungjawab, peduli, jujur,
profesionalisme, menganggap lawan sebagai sparing-partner
harus diterapkan. Character building harus
mulai ditanamkan sejak dini di bangku sekolah. Munculnya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan untuk mencapai prestasi dunia menjadi tanggung jawab
bersama. Dalam hal ini guru pendidkan jasmani memiliki peran utama sebagai agen
perubahan (agent of change) untuk melaksanakan
internalisasi nilai-nilai olahraga melalui pendidikan jasmani dan
olahraga(penjasor) dalam rangka mendukung prestasi olahraga.
Kata kunci: prestasi olahraga nasional, pendidikan
jasmani dan olahraga, internalisasi nilai-nilai olahraga
A. Pendahuluan
Olah raga
memiliki potensi untuk membangun karakter bangsa dengan amat baik namun disisi
lain juga menimbulkan dampak yang tidak diinginkan sehingga meresahkan
masyarakat. Nilai kompetitif dalam olahraga sering membuat orang melakukan
perilaku yang kurang terpuji. Yang terjadi belakangan ini media massa dan media
sosial lebih menonjolkan sisi-sisi negatif yang terjadi dalam pertandingan
olahraga sehingga cenderung menciptakan keresahan.
Insiden memalukan
yang disoroti oleh media nasional maupun internasional terjadi pada laga PSS Sleman kontra PSIS
Semarang di kompetisi Divisi Utama benar-benar mencoreng nama Indonesia di muka
dunia. Media-media asing kini ramai mempublikasikan pertandingan Sepak Bola
Gajah tersebut. Insiden memalukan tersebut terjadi pada Minggu 26 Oktober 2014,
saat PSS Sleman menjamu PSIS Semarang pada laga pamungkas Grup N babak 8 besar
Divisi Utama di Stadion Kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta. Dalam
laga tersebut, kedua tim menciptakan lima gol yang kesemuanya terjadi lewat
bunuh diri. Mereka diduga sengaja melakukan tindakan yang mencoreng nilai
sportivitas tersebut lantaran ingin menghindari Borneo FC yang digadang-gadang
sebagai tim terkuat di Divisi Utama (Metronews, Jakarta, 29 Oktober 2014).
Insiden di atas
hanyalah satu contoh dari sejumlah insiden olahraga yang terjadi di Indonesia.
Sederetan distorsi olahraga terjadi akibat
kurangnya implementasi nilai-nilai olahraga sangat memprihatinkan.
Nilai-nilai olahraga seperti antusis, sportivitas, tanggungjawab, peduli,
jujur, fair play, disiplin, kerjasama merupakan indikator luhur yang dapat
melahirkan prestasi yang diiringi sikap-sikap dan mental yang baik pula. Jika
semua itu diterapkan maka pelaku olahraga akan menjadi figur panutan, menang
dengan sportif, menang dengan jujur, menang dengan keunggulan, dan dapat
menerima kekalahan dengan terhormat. Semua nilai-nilai olahraga tersebut harus
diterapkan oleh pelaku olahraga namun dalam kenyataan masih jauh dari harapan.
Distorsi
olahraga yang terjadi telah mengakibatkan prestasi olahraga Indonesia semakin
terpuruk. Oleh karena itu, Indonesia pada
saat ini membutuhkan olahragawan yang memiliki mental dan kepribadian yang
tangguh, penuh percaya diri, berani bertindak, dalam mengambil prakarsa, sehat,
berkemampuan jasmani yang optimal, memiliki pikiran dan tindakan untuk setiap
saat berjuang dalam mewujudkan prestasi olahraga yang tinggi. Siedentop (1994:
128) menjelaskan bahwa olahraga adalah panggung tempat proses pembelajaran
gerak yang merupakan salah satu dimensi perilaku yang sangat penting, karena
berkaitan dengan aktivitas manusia setiap hari, bersifat alamiah, nyata dan
juga logis serta merangkum tidak hanya peristiwa jasmaniah semata, namun juga
proses moral, mental dan sosial.
Begitu pentingnya nilai-nilai olahraga maka banyak pihak
menaruh harapan kepada pendidikan jasmani, meskipun dengan pendidikan jasmani
memang tidak serta merta sejumlah persoalan di atas akan terselesaikan, akan
tetapi melalui pendidikan jasmani banyak hal yang bisa diajarkan. Misalnya,
terkait dengan nilai antusis, sportivitas, tanggungjawab, peduli, jujur, fair play, disiplin, kerjasama yang
kesemuanya merupakan prasarat dasar mewujudkan masyarakat madani (civil society). Melalui pendidikan jasmani
nilai-nilai olahraga tersebut dapat diinternalisasikan secara nyata dalam
praktek sehari-hari.
B. Pembahasan
1.
Nilai-nilai Esensial dalam Olahraga
Nilai-nilai olahraga sangatlah penting untuk dihormati
dan diterapkan seperti diungkapkan oleh Coubertain(dalam buku The Olympic Games
XIX: 2002): "the important thing in life is not victory, but the fight; the
main thing is not to have won, but to have fought well." Ungkapan
yang disampaikan dalam pidato pembukaan Olympic Games XIX tahun 2002 ini
mengandung makna bahwa kemenangan itu bukanlah merupakan tujuan utama dalam
kehidupan, namun yang terpenting adalah berjuang untuk mencapai kemenangan
dengan baik. Perjuangan mencapai kemenangan dengan cara yang baik harus
menerapkan nilai-nilai olahraga yang amat luhur.
Coubertin(dalam buku The Olympic Games XIX: 2002) mengungkapkan
”the fundamental values of Olympism have
the same meaning for every human being hoping to fulfil their ambitions to
build a better world. Those values are the
search for excellence, fairplay, the joy of effort, respect for others and
harmony between body and mind”. Nilai-nilai fundamental dalam Olympic
Games memiliki makna yang sama bagi semua orang yang mengharapkan ambisi yang
sama untuk membangun dunia menjadi baik. Nilai-nilai tersebut meliputi mencari
keunggulan, fairplay, kegembiraan
dalam berusaha, hormat tehadap orang lain, dan keharmonisan antara tubuh dan
fikiran.
Dalam buku kurikulum pendidikan jasmani Australia yang
dikeluarkan oleh Commenwealth of Australia tahun 2006, pendidikan jasmani
melibatkan penanaman nilai-nilai meliputi: Care and compassion, Doing your best, Fair go, Honesty, Integrity, Respect, Responsibility, Understanding, Inclusion
and Tolerance. Siswa dididik
untuk menerapkan nilai-nilai peduli dan penuh sayang, melakukan yang terbaik,
bertindak adil, jujur, integritas, hormat, tanggungjawab, pengertian, inklusi
dan toleransi. Satu nilai yang jarang dijumpai di negara lain yaitu nilai
inklusi. Nilai inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan
mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan
mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Nilai
inklusi dalam pendidikan jasmani menekankan bahwa semua orang berhak melakukan
aktivitas olahraga baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat dengan rasa
aman dan nyaman. Sekolah harus memberikan fasilitas yang terbuka, ramah,
meniadakan hambatan dan menyenangkan bagi siswa tanpa terkecuali dan merangkul
setiap perbedaan.
Dalam Olympic Games ada tiga nilai olahraga fundamental
yang difokuskan yaitu: excellence,
friendship, and respect (keunggulan, persahabatan, dan respek). Excellence(keunggulan)
menggambarkan kualitas usaha untuk mencapai prestasi. Hal ini juga mengandung harapan
bahwa atlet harus mandiri, seperti yang tersurat dalam moto Olimpade yaitu Citius,
Altius, Fortius (Faster, Higher,
Stronger) atau lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat. Nilai keunggulan
mengacu pada perjuangan untuk menjadi
yang terbaik dalam segala hal yang dilakukan, sebagai individu dan sebagai
kelompok kerja menuju tujuan bersama. Dalam mengejar dan mengukur keunggulan, atlet secara alami akan
membandingkan upaya mereka untuk orang lain. Tapi barometer utama keunggulan
adalah pencapaian tujuan pribadi seseorang.
Friendship(persahabatan)
Nilai persahabatan penting dalam tradisi Olimpiade kuno dan merujuk untuk
membangun dunia yang damai dan lebih baik melalui olahraga. Para atlet
mengungkapkan nilai ini dengan membentuk ikatan seumur hidup dengan rekan tim
mereka, serta lawan-lawan mereka. Nilai persahabatan bersifat humanistik yang bertujuan memberikan bantuan
kemanusiaan, mengembangkan program budaya dan pendidikan, dan mendorong dialog
terbuka pada olahraga dan perdamaian.
Respect(respek) adalah
moral yang mendasari olahraga dan prinsip etika yang harus menginspirasi semua
orang yang berpartisipasi. Nilai universal hormat mengacu menghormati untuk
diri kita sendiri, satu sama lain, untuk aturan, untuk fair play dan bagi lingkungan.
Lickona dalam karyanya Educating for Character (1992)
menyatakan bahwa individu dikatakan berkarakter apabila memiliki tiga komponen
kakarter yaitu moral knowing(pengetahuan
moral), moral feeling(perasaan tentang moral), dan moral action(perbuatan bermoral). Ketiga komponen ini sangat
penting, dan satu sama lain tidak terpisahkan dalam membentuk watak dan
melaksanakan kebajikan. Lebih rinci Rusli Lutan (2001: 82) menjelaskan bahwa
pada komponen pengetahuan moral terdapat unsur kesadaran moral, pengetahuan
tentang nilai moral, perhitungan ke depan, pertimbangan moral, dan pembuatan
keputusan. Komponen perasaan moral meliputi kesadaran hati nurani, self-esteem,
empati, kecintaan terhadap yang baik, pengendalian diri. Sedangkan tindakan
moral adalah kompetensi, kemauan, dan kebiasaan. Seseorang dikatakan
berkarakter baik, apabila ketiga komponen tersebut telah menyatu, melekat, dan
saling mempengaruhi. Namun tidak berarti bahwa individu yang telah
mengetahui kebaikan dan keburukan otomatis berbuat baik, dan tidaklah pula
berarti bahwa dia mampu berempati atau mengendalikan diri untuk melakukan
tindakan moral. Tidak cukup dengan itu, maka karakter yang baik harus diajarkan
melalui proses pendidikan, pemodelan dan pembiasaan yang secara terus menerus
dan sistematis. Dalam olahraga
proses pebentukan karakter tersebut terkait dengan istilah empat kebajikan
yaitu: compassion, fairness, sportpersonship, dan integrity.
Aktivitas
olahraga sungguh syarat dengan nilai-nilai pendidikan seperti kejujuran,
sportivitas, disiplin, dan tanggung jawab. Bahkan, ada ungkapan yang sudah
menjadi keyakinan sejarah dari waktu ke waktu: Sport builds character (Maksum, 2005; 2002). Ungkapan sport builds character menekankan
pentingnya olahraga sebagai media pembentukan karakter. Selanjutnya Maksum
menjelaskan indikator nilai-nilai olahraga seperti pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel
1. Indikator Nilai-nilai Olahraga
Nilai Moral
|
Praktek dalam Olahraga
|
Praktek dalam
Kehidupan
|
Respek
|
Hormat pada aturan main dan tradisi Hormat pada lawan dan
offisial Hormat pada kemenangan dan kekalahan
|
Hormat pada orang lain
Hormat pada hak milik orang lain Hormat pada lingkungan dan
dirinya
|
Tanggung jawab
|
Kesiapan diri melakukan sesuatu Disiplin dalam latihan dan
bertanding Kooperatif dengan sesama pemain
|
Memenuhi kewajiban
Dapat dipercaya
Pengendalian diri
|
Peduli
|
Membantu teman agar bermain baik Membantu teman yang bermasalah
Murah pujian, kikir kritik Bermain untuk tim, bukan diri sendiri
|
Menaruh empati
Pemaaf
Mendahulukan
kepentingan yang lebih besar
|
Jujur
|
Patuh pada aturan main Loyal pada tim Mengakui kesalahan
|
Memiliki integritas
Terpercaya Melakukan sesuatu dengan baik
|
Fair
|
Adil pada semua pemain termasuk yang berbeda Memberikan
kesempatan kepada pemain lain
|
Mengikuti aturan
Toleran pada orang lain
Kesediaan berbagi
Tidak mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain
|
Beradab
|
Menjadi contoh/model Mendorong perilaku baik Berusaha meraih
keunggulan
|
Mematuhi hukum dan aturan
Terdidik Bermanfaat bagi orang lain
|
Sumber : Maksum (2005)
Maksum
menjelaskan makna ke enam nilai tersebut sebagai berikut:
a. Respek adalah
suatu sikap yang menaruh perhatian kepada orang lain dan memperlakukannya
secara hormat. Sikap respek antara lain dicirikan dengan memperlakukan orang
lain sebagaimana individu ingin diperlakukan; berbicara dengan sopan kepada siapa pun; menghormati aturan yang ada dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
b.
Tanggung jawab adalah kemampuan untuk memberikan respons, tanggapan, atau reaksi secara
cakap. Tanggung jawab dicirikan antara lain dengan melakukan apa yang telah
disepakati dengan sungguh-sungguh; mengakui kesalahan yang dilakukan tanpa
alasan; memberikan yang terbaik atas apa yang dilakukan.
c.
Peduli adalah
kesediaan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama. Peduli
antara lain ditandai dengan memperlakukan orang lain, diri, dan sesuatu dengan
kasih sayang; memperhatikan dan mendengarkan orang lain secara seksama;
menangani sesuatu dengan hati-hati.
d.
Jujur adalah suatu sikap terbuka, dapat dipercaya, dan apa adanya.
Sikap jujur antara lain ditandai dengan mengatakan apa adanya; menepati janji;
mengakui kesalahan; menolak berbohong, menipu, dan mencuri.
e.
Fair
adalah bersikap adil dalam melakukan dan memperlakukan sesuatu. Sikap fair
antara lain ditandai dengan menegakkan hak sesama termasuk dirinya; mau
menerima kesalahan dan menanggung resikonya; menolak berprasangka.
f.
Beradab
adalah sikap dasar yang diperlukan dalam bermasyarakat yang berintikan pada
kesopanan, keteraturan, dan kebaikan. Beradab antara lain dicirikan dengan
menempatkan sesuatu pada tempatnya; mengapresiasi terhadap keteraturan.
Dari penjelasan di atas nyata bahwa nilai-nilai olahraga bersifat
universal sehingga harus dimiliki oleh semua pelaku olahraga baik atlet, ofisial,
maupun semua stake holders yang terlibat dalam kegiatan olahraga. Begitu
pentingnya nilai-nilai ini di mata dunia namun dalam kenyataan masih banyak
pelaku olahraga yang belum memilikinya. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani
di sekolah hendaknya mengambil peran yang nyata dalam melakukan internalisasi
nilai-nilai olah raga melalui proses pembelajaran.
2. Peran Pendidikan Jasmani dalam Internalisasi Nilai-nilai
Olahraga
Pendidikan
jasmani olahraga sangat signifikan untuk menanamkan nilai-nilai olahraga. Proses
pembelajaran pendidikan jasmani olahraga harus memperhatikan kebermaknaan dalam
belajar, artinya apa yang bermakna bagi siswa menunjuk pada dunia minatnya (center of interest). Pelaksanaan
pembelajaran harus mengacu pada tujuan untuk mengembangkan potensi siswa melalui : (1) Olah hati, untuk memperteguh keimanan
dan ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentuk
kepribadian unggul, membangun kepemimpinan dan entrepreneurship; (2) Olah
pikir untuk membangun kompetensi dan kemandirian ilmu pengetahuan dan
teknologi; (3) Olah rasa untuk
meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya ekspresi
seni dan budaya; dan (4) Olah raga
untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesiapan fisik serta
ketrampilan kinestetis. (Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009, 2005: 15).
Renstra ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga (penjasor) merupakan
bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.
Menurut Sukintaka (2004) penjasor adalah proses interaksi
antara peserta didik dan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang disusun
secara sistematik untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya. Istilah penjasor
mengandung dua makna, pertama, pendidikan untuk jasmani, kedua, pendidikan melalui
aktivitas jasmani (Wuest and Bucher, 1995: 125). Pendidikan untuk jasmani lebih
fokus pada pengembangan fisik dan keterampilan siswa, dengan memakai sarana
cabang-cabang olahraga untuk mencapai tujuan penjas. Fungsi olahraga sebagai
salah satu sarana yang dipakai untuk melaksanakan proses penjasor. Selain itu,
olahraga berfungsi sebagai sarana untuk (1) penyaluran emosi, (2) penguatan
identitas, (3) kontrol sosial, (4) sosialisasi, (5) agen perubahan, (6)
penyaluran kata hati, dan (7) mencapai keberhasilan (Wuest and Bucher, 1995:
248-249). Dengan demikian penjasor merupakan proses pendidikan melalui
aktivitas jasmani dan olahraga sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan
secara umum.
Selanjutnya,
pendidikan melalui aktivitas jasmani bermakna bahwa dalam mencapai tujuan
pendidikan sarana yang dipakai melalui aktivitas jasmani. Secara konsisten
penjasor memberikan efek yang menguntungkan terhadap kesehatan jasmani dan
rohani pelakunya (Kirk, Macdonald, O'Sullivan, 2006: 145). Aktivitas jasmani
secara personal dapat mengontrol, meningkatkan sifat emosional yang positif,
dan meminimalkan dampak yang negatif bagi pelakunya. Selanjutnya, penjasor
merupakan salah satu proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan
kinerja dan mengembangkan kemampuan siswa melalui aktivitas jasmani yang
dipilihnya (Wuest and Bucher, 1995: 6-7). Artinya, fokus penjasor adalah pada
pencapaian tujuan pendidikan secara umum, yaitu untuk membentuk sikap,
kepribadian, perilaku sosial, dan intelektual siswa melalui aktivitas jasmani.
Diharapkan melalui aktivitas jasmani dapat meningkatkan dan memperhalus
keterampilan gerak, meningkatkan kebugaran jasmani dan memelihara kesehatan,
memiliki pengetahuan tentang aktivitas fisik dan latihan, menanamkan sikap yang
positif bahwa aktivitas jasmani dapat meningkatkan kinerja siswa. Untuk itu,
penjasor sebagai bagian dari proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
jasmani harus direncanakan secara sistematik untuk mengembangkan dan
meningkatkan individu secara neuromuskuler, organik, perseptual, kognitif,
sosial, dan emosional dalam sistem pendidikan nasional (Depdiknas, 2003: 6).
Tujuan penjasor di sekolah untuk meletakkan dan mengembangkan (1)
landasan karakter melalui internalisasi nilai, (2) landasan kepribadian (cinta
damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya etnis dan agama), (3)
berpikir kritis, (4) sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,
kerjasama, percaya diri, dan demokratis, (5) keterampilan gerak, teknik,
strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, akuatik dan
pendidikan luar kelas, (6) keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan
kebugaran jasmani dan pola hidup sehat, (7) keterampilan menjaga keselamatan
diri sendiri dan orang lain, (8) konsep aktivitas jasmani untuk mencapai
kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat, serta (9) mengisi waktu luang yanq
bersifat rekreatif (Depdiknas, 2003: 6-7).
Penjasor memberikan kontribusi yang baik bagi kehidupan manusia terhadap
organ biologik, psikomotorik, afektif, dan kognitif pelakunya. Selain itu,
penjasor mampu mengembangkan pola hidup yang sehat dan aman, serta memiliki
peran penting dalam mempengaruhi pola aktivitas dan kesehatan individu maupun
masyarakat (Whitehead, 2001: 8). Sejalan dengan itu, maka fungsi penjasor di
sekolah adalah untuk meningkatkan aspek (1) organik, (2) neuromuskuler, (3)
perseptual, (4) kognitif, (5) sosial, dan (6) emosional siswa (Depdiknas, 2003:
7-9). Sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara umum, maka
hendaknya penjasor dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat
langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain
dan olahraga yang dilakukan secara sistematis. Dari pengalaman belajar tersebut
akan membina dan membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat, yang
pada akhirnya melalui penjasor diharapkan siswa akan memiliki pemahaman tentang
(1) dirinya dan orang lain untuk terus mengembangkan diri dan berhubungan
dengan orang lain, (2) nilai-nilai sosial dan keterampilan agar efektif dalam
partisipasi, (3) budaya dan mampu menilai, (4) peran dan terampil.
Menurut Aip Syarifuddin (1992: 8-14),
pendidikan jasmani dapat berperan, antara lain: (1) pembentukan tubuh yaitu
dengan melakukan pendidikan jasmani yang teratur, maka organ tubuh pun akan
bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya, hal ini akan berpengaruh
terhadap kesehatan baik jasmani maupun rohani; (2) pembentukan prestasi yaitu
dengan ditanamkannya pembentukan prestasi diharapkan dapat mengembangkannya
serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi kelompok di lingkungannya; (3) pembentukan sosial yaitu melalui
pendidikan jasmani anak akan mendapatkan bimbingan pergaulan hidup yang sesuai
dengan norma dan ketentuan dengan unsur-unsur sosial; (4) keseimbangan mental,
di mana pemupukan terhadap kestabilan emosi anak akan diperoleh secara efektif
melalui pengalaman langsung dalam dunia kenyataan, karena mereka terjun
langsung di lapangan dalam suasana yang penuh rangsangan; (5) meningkatkan
kecepatan proses berpikir di mana dalam pendidikan jasmani anak dituntut untuk
memiliki daya sensitifitas yang tinggi terhadap situasi yang dihadapinya.
Mereka dituntut untuk memiliki kecepatan dalam proses berpikir dan kemampuan
pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal dengan
lawannya; (6) pembentukan kepribadian anak di mana pendidikan jasmani berperan
sebagai sarana untuk membentuk dan mengembangkan sifat-sifat kepribadian anak
secara positif.
3. Strategi
Internalisasi Nilai Olah Raga melalui Pembelajaran
Internalisasi nilai-nilai olahraga melalui pembelajaran
dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a.
Menyusun
Peraturan Kelas Olahraga(Sport Class
Rules)
Pada awal tahun ajaran baru siswa diminta
menyusun peraturan kelas. Peraturan kelas merupakan sarana untuk bagi siswa
juga untuk menciptakan kelas yang kondusif dan tertib. Peraturan tidak hanya
dipatuhi oleh siswa namun para guru juga harus memiliki peraturan tersebut.
Oleh karena itu, peraturan harus dibuat dan disepakati bersama oleh siswa dan
guru.
Sebelum menyusun peraturan kelas siswa
diminta berdiskusi untuk menentukan nilai-nilai olahraga yang harus disepakati
bersama. Nilai-nilai olahraga dimasukkan dalam peraturan kelas dengan rumusan
kalimat yang baik dan komunikatif. Siswa diminta menuangkan peraturan kelas
olahraga ke dalam poster yang ditulis dan didekorasi secara indah. Siswa
selanjutnya menempelkan poster tersebut dan membaca bersama. Secara periodik
guru mengingatkan siswa untuk selalu mentaati peraturan kelas tersebut.
Prinsip-prinsip penting dalam membuat
peraturan kelas diantaranya:
1) Peraturan
hendaknya ditulis dengan kalimat yang positif.
Kalimat positif misalnya “Siswa wajib mematuhi aturan”
lebih baik daripada kalimat negatif “siswa dilarang melanggar aturan”.
2)
Peraturan
disusun secara efektif.
Kalimat disusun secara efektif, hindarkan kalimat yang
bertele-tele.
3) Peraturan
harus memuat konsekuensi dan sanksi.
Peraturan tanpa sanksi biasanya kurang efektif, namun
sanksi haruslah bersifat positif dan tidak boleh sanksi fisik.
Penyusunan
peraturan kelas mendorong individu siswa mengembangkan nilai-nilai olahraga
yang baik. Guru pendidikan jasmani berperan sebagai motivator untuk menciptakan situasi dan menginspirasi peserta
didik untuk menampilkan perilaku moral dan memberikan teladan dalam menerapkan
nilai-nilai olahraga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Willian Arthur “A mediocre teacher tells, a good teacher
explains, a superior teacher demonstrates, and the great teacher inspires.” (https://www.goodreads.com/author/quotes/416931.William_Arthur_Ward). Seorang guru biasa-biasa saja mengatakan, seorang guru yang baik menjelaskan, guru yang unggul menunjukkan, dan guru besar menginspirasi.
Penyusunan peraturan kelas juga melatih siswa untuk mengambil keputusan.
Keterlibatan siswa secara aktif dan partisipatif akan menciptakan pembelajaran
yang efektif. Selanjutnya dalam pelaksanaan peraturan kelas tersebut siswa akan
mendapatkan pengalaman untuk mengevaluasi diri maupun teman sebaya.
b.
Internalisasi
Nilai-nilai Olahraga melalui Diskusi
Secara sederhana pembelajaran dideskripsikan sebagai
berikut:
1)
Deskripsi
materi pembelajaran:
Menginvestigasi
dan mengidentifikasi nilai-nilai olahraga. Siswa menginvestigasi dan
mengidentifikasi nilai-nilai olahraga dan merefleksikan pengalaman mereka:
§
Siswa
akan merefleksikan praktek olahraga secara umum dan pribadi
§ Siswa
akan menyusun daftar nilai-nilai olahraga.
§ Siswa
akan berpartisipasi dalam permainan dan merenungkan sejauh mana mereka telah
menerapkan nilai-nilai tersebut.
2)
Diskusi
kelas:
Guru
menyajikan video, siswa berdiskusi secara interaktif dan mengungkapkan pendapat
mereka tentang hal yang mereka temukan dalam video. Melalui diskusi siswa dapat
mengidentifikasi perilaku pelaku olahraga yang tidak baik dan mengungkapkan
perliku yang baik yang seharusnya dilakukan. Bermacam-macam video dapat ditayangkan
misalnya:
§
tentang
seorang pemain tenis berteriak karena menang dan melemparkan raket
§
tentang
sepak bola gajah
§
tentang
pemain yang menggunakan obat
3) Internalisasi
Nilai-nilai Olahraga melalui Pembiasaan
Pembiasaan
merupakan strategi yang sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai olahraga,
misalnya: berjabat tangan dengan lawan main sebelum dan setelah bertanding,
peduli kepada teman yang ingin mempelajari keterampilan olahraga tertentu dengan
cara memberikan mentoring, bekerjasama untuk mencapai tujuan (goal),
bermain dengan berpegang pada aturan, menghormati keputusan wasit, dan
sebagainya
4) Integrasi
Nilai-nilai Olahraga melalui Materi Pembelajaran
Penanaman nilai-nilai
olahraga harus diterapkan melalui praktek sehari-hari, misalnya seperti pada
tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Contoh Strategi Internalisasi Nilai-nilai
Olahraga dalam Materi Pembelajaran
Materi
|
Strategi
|
o
Mempraktikkan
berbagai keterampilan permainan olahraga dengan teknik dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
|
o Mempraktikkan keterampilan teknik
bermain salah satu permainan olahraga bola besar secara sederhana serta
nilai kerjasama, kejujuran,
menghargai, semangat dan percaya diri
o Mempraktikkan keterampilan teknik bermain salah satu permainan
olahraga bola kecil secara sederhana serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, kerja keras dan percaya diri
o Mempraktikkan keterampilan teknik
salah satu nomor atletik dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi serta
nilai kerjasama, kejujuran, kerja
keras dan percaya diri
|
Materi
|
Strategi
|
o
Mempraktikkan aktivitas ritmik menggunakan alat dengan
koordinasi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
|
o
Mempraktikan keterampilan aktivitas ritmik tanpa alat
dengan koordinasi gerak lanjutan serta nilai kedisiplinan, konsentrasi dan keluwesan, dan estetika
|
o
Mempraktikkan salah satu gaya renang dan loncat indah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
|
o
Mempraktikkan keterampilan salah satu gaya renang untuk
pertolongan serta nilai
disiplin, keberanian, kerja sama, dan kerja keras.
|
o
Mempraktikkan keterampilan permainan olahraga dengan
peraturan yang sebenarnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
|
o
Mempraktikkan keterampilan bermain salah satu permainan
olahraga bola besar lanjutan dengan peraturan yang sebenarnya serta nilai kerjasama, kejujuran, menerima kekalahan, kerja keras dan percaya
diri
o
Mempraktikkan
keterampilan bermain salah satu permainan olahraga bola kecil
lanjutan dengan peraturan sebenarya
serta nilai
kerjasama, , kejujuran, menerima kekalahan
kerja keras dan percaya diri
o
Mempraktikkan keterampilan atletik lanjutan dengan
menggunakan peraturan yang sebenarnya
serta nilai
kerjasama, kejujuran, menerima kekalahan,kerja keras dan percaya diri
o
Mempraktikkan keterampilan bela diri lanjutan secara
berpasangan dengan menggunakan peraturan yang sebenarnya serta nilai kerjasama, kejujuran, menerima kekalahan kerja keras dan
percaya diri
|
5)
Internalisasi Nilai-nilai Olahraga melalui Keteladanan
Guru harus
memberikan keteladanan atau model perilaku moral. Guru adalah role-model yang menunjukkan perilaku
yang memiliki dampak yang lebih kuat dari pada berkata kata tentang moral. Ada
pepatah “satu tindakan lebih baik dari
seribu kata.”
C. Kesimpulan
Belakangan ini
prestasi olahraga nasional semain terpuruk. Keterpurukan prestasi ini
diperburuk dengan berbagai krisis dan distorsi olahraga yang terjadi. Krisis
dan distorsi olahraga terjadi akibat kurangnya penerapan nilai-nilai olahraga
oleh pelaku olahraga. Untuk mengatasi hal ini maka perlu dikuatkan lagi
penanaman nilai-nilai olahraga bagi pelaku olahraga nasional.
Pendidikan
jasmani olahraga mempunyai peran yang sangat penting untuk pelaksanaan
internalisasi nilai-nilai olahraga. Internalisasi nilai-nilai olahraga dapat
dilakukan melalui beberapa strategi antara lain : a. Menyusun Peraturan Kelas Olahraga(Sport Class Rules), 2) Diskusi kelas penyusunan peraturan
kelas, 3) Internalisasi Nilai-nilai Olahraga melalui Pembiasaan, 4) Integrasi Nilai-nilai Olahraga melalui
Materi Pembelajaran, 5) Internalisasi Nilai-nilai Olahraga melalui Keteladanan.
Keberhasilan
internalisasi nilai-nilai olahraga untuk membentuk karakter siswa sangat
tergantung pada peran guru. Semoga melalui kontribusi guru dalam internalisasi
nilai-nilai olahraga prestasi olah raga nasional akan meningkat bahkan bisa
muncul di permukaan internasional.
Daftar Pustaka
Ary Ginanjar. (2008)! "Pembentukan Habit menerapkan
Nilai-nilai religius, Sosial, dan Akademik", 29 -31 Juli 2008. Semiloka
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY
Aip Syarifuddin dan Muhadi. (1992). Pendidikan Jasmani
dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.
Lickona, T. 1991. Educating for Character. New York:
Bantam Books
Merie Helen. 2002. The Olympic Games. Salt Lake City:
Departement of Communication.
Maksum, A. 2007.
Psikologi Olahraga: Teori dan Aplikasi. Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Surabaya.
Maksum, A. 2005.
“Olahraga Membentuk Karakter: Fakta atau Mitos”. Jurnal Ordik, Edisi April
Vol. 3, No. 1/2005.
Maksum, A. 2002.
Reaktualisasi Gagasan Baron Pierre de Coubertin dalam Konteks Olahraga Kekinian:
Mengkaji Ulang Hasil Akademi Olimpik ke-5 di Kuala Lumpur, 1-5 April 2002.
Siedentop, D. 1994. Physical Education Introductory
Analysis. New York: Wn. C. Brown Company Publiser
Renstra
Depdiknas Tahun 2005 – 2009, 2005: 15).
Sukintaka. (2004). Teori Pendidikan Jasmani: FHosofi,
Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Penerit Nuansa.
Wuest, Deborah A., and Bucher, Charles A. (1995).
Foundations of Physical Education and Sport, 12th ed. St. Louis, Missouri:
Mosby-Year Book, Inc.
Whitehead, M. (2001). The Concepts of Physical Literacy.
The British Journal of Teaching Physical Education, Spring 2001: 6-8.
------. 2006. Values Education for Australian Schooling:
Well played! Commonwealth of Australia