Jumat, 12 September 2014

PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN GERAK ANAK USIA DINI



PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN 
GERAK ANAK USIA DINI
Oleh: Aris Priyanto*
Abstrak
     Penyelenggaraan pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya menyatakan bahwa metoda pembelajaran yang digunakan dalam PAUD dilakukan dengan cara belajar dan bermain dengan mengedepankan pendidikan berbasis budaya sebagai salah satu sumber pembelajaran anak.
Pendahuluan
     Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci. "Tuan, jangan kau ganggu permainanku ini."
Cuplikan puisi “Di Tangan Anak-Anak” oleh Sapardi Djoko Darmono
     Cuplikan bait sajak di atas selaras dengan Penyelenggaraan Pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya Pasal 1 Butir 13 bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Hal ini mengandung arti bahwa metoda pembelajaran yang digunakan dalam PAUD dilakukan dengan cara belajar dan bermain dengan mengedepankan pendidikan berbasis budaya sebagai salah satu sumber pembelajaran anak.
     Proses pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), khususnya Taman Kanak-kanak, dewasa ini telah menimbulkan permasalah. Hal ini disebabkan oleh pola pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berorientasi akademik yaitu pembelajaran yang menekankan pada pencapaian kemampuan anak dalam membaca, menulis dan berhitung. Padahal pembelajaran yang dilakukan pada PAUD adalah untuk mengembangkan berbagai potensi pada anak seperti fisik, kognitif, bahasa, dan sosio-emosional. Kecenderungan tersebut disebabkan antara lain oleh pemahaman yang keliru terhadap konsep pembelajaran awal pada PAUD.
     Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya (Sofia Hartati: 2005: 1). Karena begitu pentingnya dasar pendidikan pada anak usia dini, maka pembelajaran pada PAUD seyogyanya memperhatikan beberapa prinsip belajar seperti berangkat dari apa yang dibawa anak, belajar harus menantang bagi anak, belajar sambil bermain dengan mengedepankan pendidikan berbasis budaya, penggunaan alam sekitar sebagai sumber belajar, belajar membekali keterampilan hidup, belajar sambil melakukan.
     Layanan pembelajaran untuk PAUD dapat diberikan melalui permainan tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Karena di dalam permainan tradisional terkandung nilai-nilai  kreatifitas, terapi, dan mengembangkan kecerdasan majemuk anak.
     Untuk anak usia dini permainan tradisional bisa diberikan melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Penjasorkes) di kelompok bermain dan Taman Kanak-kanak karena Penjasorkes merupakan proses pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada peserta didik berupa aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, organik, keterampilan motorik, keterampilan berfikir emosional, sosial dan moral. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.
Pembahasan
Pengertian Pembelajaran Anak Usia Dini
     Pembelajaran pada anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Vigotsky (Berk, 1994) berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi anak. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika anak dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya.
     Pada hakekatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai eksplorasi terhadap lingkungannya, maka akitvitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan majemuk. Untuk itu pembelajaran pada PAUD harus dirancang dan menggunakan sumber belajar yang tidak membebani serta membosankan anak. Agar suasana belajar tidak memberikan beban dan membosankan anak, sumber belajar dan suasana belajar perlu dibuat secara alami, hangat, dan menyenangkan. Aktivitas bermain (playful activity) yang memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungannya merupakan hal yang diutamakan.
     Agar anak dapat mencapai tahapan perkembangan yang optimal, maka proses pembelajaran yang dilakukan harus memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut: 1) Berangkat dari yang dimiliki anak; setiap anak membawa segala pengetahuan yang telah dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman barunya. 2) Belajar harus menantang pemahaman anak; proses belajar pada anak usia dini dapat terjadi dalam dua arah, dari yang umum yang khusus dari yang sederhana ke yang komplek. Oleh karena itu untuk memastikan terjadinya pengembangan pada anak, aktivitas pembelajaran yang dirancang harus menantang anak untuk mengembangkan pemahaman sesuai dengan apa yang dialaminya. 3) Belajar dilakukan sambil bermain; belajar pada anak usia dini adalah bermain. Melalui bermain dapat memberi kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekpresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. 4) menggunakan alam sebagai sarana pembelajaran; alam merupakan sarana yang tidak terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan berinteraksi dalam pembangunan pengetahuannya. 5) belajar dilakukan melalui sensorinya; anak memperoleh pengetahuan melalui sensori alian inderanya yaitu peraba, pencium, pendengar, penglihatan dan perasa. 6) Belajar membekali keterampilan hidup; pembelajaran pada hakekatnya membekali anak untuk memiliki keterampilan hidup. 7) Belajar sambil melakukan; pendidikan hendaknya megarahkan anak untuk menjadi pebelajar yang aktif. (Sofia Hartati, 2005: 30-35). 
Sumber belajar
     Tarkleson dalam Cucu Eliyati (2005: 26) mengatakan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk kepentingan pelajaran yaitu segala apa yang ada di sekolah dan lingkungannya pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Selanjutnya Association for Educational Coommunikation and Tecnology (AECT) memberikan batasan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang berupa pesan, manusia, material (media-software), peralatan (hardware), teknik (metode), dan lingkungan yang digunakan sendiri-sendiri maupun dikombinasikan untuk memfasilitasi terjadinya kegiatan belajar.
Pemahaman yang mendalam tentang proses pembelajaran pada PAUD dari pendidik diperlukan agar para pendidik mampu merencana, mengembangkan, dan menggunakan sumber belajar dan bentuk-bentuk permainan untuk kepentingan pembelajaran PAUD. Sumber belajar dan bentuk-bentuk permainan yang digunakan dapat dipilih dari permainan-permainan tradisional yang ada  di sekitar lingkungan sekolah.


Permainan tradisional
Yogyakarta memiliki kekayaan budaya yang amat bernilai termasuk permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan simbolik dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan.
Supriyadi (2002; 4) menjelaskan bahwa Bruner dan Danalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain. Melalui permainan tradisional, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik yang berhubungan dengan kecerdasan gerak-kinestetik, mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, melalui permainan tradisional bagi anak usia dini merupakan jembatan berkembangnya semua aspek. Adapun manfaat dari permainan tradisional adalah:
1.    Anak menjadi lebih kreatif
Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh pemainnya. Menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini mendorong anak lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu, permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah biasa digunakan, ditambah dengan aturan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga juga terlihat bahwa pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.
2.    Dapat digunakan sebagai terapi kepada anak
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini dapat digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.
3.    Mengembangkan kecerdasan majemuk anak, yaitu kecerdasan; intelektual, emosional dan personal, gerak, natural, spasial, musikal dan spiritual
Adapun permainan tradisional Yogyakarta yang akan dibahas penulis adalah permainan tradisional yang lebih banyak menggunakan aktivitas fisik, diantaranya:
1.    Gotri Legendri
Anak anak bermain melingkar, jongkok di tanah. Mereka saling menggilirkan batu ke sebelahnya sambil menyanyikan lagu. Gotri legendri nogosari thiwul uwal awul jadah mbantul. Dolan awan awan nggolek kodok titenana besok gedhe dadi apa apadha mbako enak mbako sedhep dhempo ewa ewo kaya kodok. Kemudian, yang mendapatkan batu terakhir dia jadi kodok (menirukan gerakan katak melompat).
2.    Tawonan
Permainan berkelompok, dimainkan dengan membuat lingkaran besar di tanah tempat memenjarakan pemain lawan yang tertangkap.
3.    Udan Barat
Permainan menggunakan gacuk, bisa dari pecahan tegel atau kereweng. Dimainkan dengan melemparkan batu ke garis, yang paling dekat dengan garis dia yang mulai main. Gacuk dipasang di kaki, kemudian orang berjalan jingkat jingkat dengan gacuk terpasang disatu kaki.Yang kalah menggendong yang menang, dari garis ke garis
4.    Jamuran
Dimainkan berkelompok beramai ramai bergandengan tangan melingari seorang di tengah, sambil menyanyikan lagu lagu. Jamuran, yo ge gethok, jamur apa, yo ge gethok, semprat semprit jamur apa? lalu pemain yang ditengah menyebutkan sesuatu, seperti: Jamur parut, maka pemain yang melingkar harus mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng, jika tertawa maka dia jadi yang ditengah Jamur kendhil borot, semua pemain harus kencing (wakakakakkaakakaka marahi kemekelen) dan jamur jamur lainnya.
5.    Ancak-ancak Alis
Permainan yang juga dimainkan beramai ramai. Dua orang anak menggabungkan kedua tangan mereka dan diangkat tinggi.  Anak-anak yang lain membuat rangkaian satu persatu memasuki melewati kedua anak tadi, sambil menyanyikan lagu. Ancak-ancak alis, si alis kabotan kidang anak-anak kebondungkul si dhungkul.
6.    Dhingklik Oglak Aglik.
Permainan dimainkan dengan saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah lingkaran kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan berjalan seperti berjingkat bersama. Masing-masing tangan pemain memegang pundak atau tangan pemain lainnya.
7.    Cublak-cublak suweng
Satu orang diminta melakukan posisi seperti orang bersujud, ndhekem. Kemudian empat atau lima anak lainnya bermain menggilirkan sebuah kerikil di tangan mereka. Setelah selesai, anak yang ndhekem tadi menebak kerikil di tangan siapa. Cublak cublak suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundhung gudel pak gemppng lela legung sapa ngguyu ndhelikake sirpon dhele kosong sir, sirpong dhele kosong.
8.    Petak Jongkok
Dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu. Tentukan satu orang yang akan mengejar, setiap anak boleh jongkok. Bila jongkok berarti dia tidak dapat disentuh oleh pengejar. Anak yang berdiri dapat membangunkan anak yang jongkok. Tetapi anak yang terakhir jongkok berarti akan menjadi pengejar menggantikan pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang tidak jongkok namun berhasil disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar selanjutnya.
9.    Engklek
Pemain harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak dalam engklek. Permainan ini membutuhkan gacon (bisa pecahan genting atau sejenisnya) untuk dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus membawa gacon di atas telapak tangan dan menaruh di atas kepala sambil sambil melompat dengan satu kaki. Ada beberapa variasi dalam hal aturan permainan dan prosedur engklek. Variasi ini juga terjadi dalam bentuk engklek yang berbeda misalnya engklek gunung, engklek tangga, engklek lingkaran.
Permainan tradisional sebagai sumber pembelajaran gerak
Menurut Skinner dalam Sofia Hartati (2005: 24) beranggapan bahwa perilaku manusia yang dapat diamati secara  langsung adalah akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan maka hal itu akan diulangi lagi. Hal, tersebut sejalan dengan permainan tradisional yang prosesnya sangat digemari anak-anak.
Dalam permainan Gotri legendry, stimulasi gerak terjadi pada saat anak mengilirkan/memindahkan batu secara estafet kesebelahnya sambil bernyanyi ini dibutuhkan konsentrasi tinggi, jongkok di tanah dan gerakan melompat menirukan gerakan katak (kodok). Dalam permainan ini koordinasi mata-tangan, mata-kaki dan keterampilan lokomotor serta keterampilan non lokomotor berjalan.
     Tawonan; Stimulasi gerak terjadi pada saat anak membuat lingkaran menaksir secara visul dengan memenjarakan teman. Dalam hal ini keterampilan koordinasi berjalan.
     Udan barat; Stimulasi gerak terjadi pada saat menggunakan gacuk, melemparkan batu ke garis, memasang gacuk di kaki, berjalan, jingkat jingkat dengan gacuk terpasang disatu kaki, dan menggendong. Keterampilan koordinasi, keterampilan lokomotor dan non lokomotor, kemampuan mengatur dan mengontrol tubuh berjalan.
     Jamuran; Stimulasi gerak terjadi pada saat beramai ramai bergandengan tangan membuat lingkaran menyanyikan lagu lagu, mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng.
     Ancak-ancak Alis; Stimulasi gerak terjadi pada saat anak menggabungkan kedua tangan mereka dan mengangkat tangan tinggi, anak membuat rangkaian satu persatu memasuki melewati kedua anak tadi, sambil menyanyikan lagu.
     Dhingklik Oglak Aglik; Stimulasi gerak terjadi pada saat anak saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah lingkaran kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan berjalan seperti berjingkat bersama.
     Cublak-cublak Suweng;  Stimulasi gerak terjadi pada saat anak melakukan posisi seperti orang bersujud (ndhekem), empat atau lima anak lainnya bermain menggilirkan sebuah kerikil ditangan mereka. Anak menebak kerikil di tangan siapa.
     Petak Jongkok; Dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu. Stimulasi gerak terjadi pada saat anak mengejar, jongkok. anak membantu membangunkan anak yang jongkok.
     Engklek Stimulasi gerak terjadi pada saat anak mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak dalam engklek, melempar.
     Secara umum permainan-permainan tradisional di atas memuat unsur-unsur gerak koordinasi, keterampilan lokomotor, keterampilan non lokomotor, dan kemampuan mengontrol serta mengatur tubuh, sehingga dapat merangsang terhadap kecerdasan gerak-kinestik  anak, yang pada akhirnya membantu perkembangan dan pertumbuhannya. Jadi, tidak ada alasan bagi pendidik, tidak bisa melaksanakan pembelajaran dengan materi permainan tradisional karena jelas-jelas permainan tradisional mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan permainan modern.   
Penutup
     Permainan tradisional sebagai sumber belajar dapat mempermudah dalam pembelajaran gerak pada anak usia dini, proses pembelajarannya dapat digunakan di dalam pemanasan, inti, ataupun penenangan. Selain itu permainan tradisional juga memenuhi prinsip-prinsip belajar pada anak usia dini, yaitu; berangkat dari yang dimiliki anak, harus menantang pemahaman anak, dilakukan sambil bemain, menggunakan alam sebagai sarana pembelajarannya, dilakukan melalui sensorinya, membekali keterampilan hidup, dan belajar sambil melakukan.
     Permainan tradisional yang termasuk di dalam pembelajaran penjasorkes, akan memberikan dasar-dasar gerak yang komplit pada anak usia dini, sehingga dikemudian hari pertumbuhan dan perkembangan anak akan berjalan optimal selaras, serasi dan seimbang antara jiwa dan raga sebagai satu kesatuan yang utuh.

*Aris Priyanto, Pengawas SMA, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

Daftar Pustaka
Catron, Carol E. & Allen, Jan (1999). Early Childhood Curriculum A creative-Play Modell. New Jersey: Prentice-Hall.

Eliyawati, S. (2005) Pemilihan dan Pengembangan Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini. Depdiknas Dikti, Jakarta.

Direktorat Tenaga Teknis.  (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6 Tahun, Jakarta: PT   Grasindo.

Hartati, S. (2005). Perkembangan Belajar pada Anak Usia Dini. Depdiknas Dirjen Dikti. Jakarta
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo. Jakarta:  Erlangga, 1996

Musfiroh, T. (2008). Cerdas Melalui Bermain, Jakarta: PT Grasindo

Supriyadi, D. (2001). Kreativitas Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Bandung: Alfabeta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar