Pendidikan Berbasis Budaya Lokal
Dalam Upaya Membentuk Karakter Bangsa
Oleh: Aris Priyanto
Absrak
Konsep
pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk
memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif
dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul,
cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta
tanggap terhadap perkembangan dunia
Pendahuluan
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 5 Tahun 2011 berisi tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Berbasis Budaya. Peraturan ini dibuat antara lain didasari pertimbangan bahwa
pemerintah Provinsi DIY telah menetapkan visi pembangunan Daerah Istimewa
Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai pusat pendidikan, budaya dan tujuan
pariwisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju,
mandiri dan sejahtera.
Nilai-nilai luhur budaya tersebut
meliputi 18 (delapan belas) macam nilai, yakni: kejujuran, kerendahan hati,
ketertiban/kedisiplinan, kesusilaan, kesopanan/kesantunan, kesabaran,
kerjasama, toleransi, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, percaya diri,
pengendalian diri, integritas, kerja keras/ keuletan/ketekunan, ketelitian,
kepemimpinan, dan/atau ketangguhan. Penanaman nilai-nilai luhur budaya tersebut
kepada peserta didik diharapkan dapat
membentuk karakter generasi muda bangsa Indonesia.
Pembahasan
Pendidikan karakter yang dicanangkan
oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan dirasa sebagai suatu gebrakan yang
baik. Berangkat dari semakin menurunnya etika dan moral para pelajar ataupun
lulusan pendidikan formal menjadi dasar untuk diberlakukannya pendidikan
karakter. Memang saat ini apabila kita melihat kondisi para pelajar di
Indonesia mayoritas kurang memiliki karakter sebagai bangsa Indonesia.
Indonesia memiliki ratusan suku, adat, ras, seni, bahasa, dan budaya. Dengan
berstatus senagai negara kepulauan, memiliki wilayah yang luas dan memiliki penduduk
yang berjumlah besar memang dirasa sulit untuk mewujudkan insan-insan bangsa
Indonesia yang berkarakter. Akan tetapi, apabila kita mampu melihat situasi
dengan baik dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat, kita
sebenarnya mampu membangun insan pendidikan Indonesia yang cerdas dan
berkarakter.
Namun faktanya, untuk mewujudkan
generasi Indonesia yang berkarakter rasanya masih mengalami kesulitan. Berbagai
macam upaya yang dilakukan oleh pendidik ataupun lembaga pendidikan masih belum
bisa berjalan sesuai harapan. Masih banyak kita jumpai para pelajar yang
membolos sekolah, tawuran, kebut-kebutan di jalan, melakukan tindak kriminal,
dan sebagainya. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pelajar tersebut karena
banyak faktor yang membuat pelajar melakukan hal-hal yang melanggar nilai-nilai
dan norma-norma. Sudah selayaknya semua pihak yang peduli terhadap generasi
penerus bangsa ini terus berupaya untuk memperbaiki karakter para pelajar
Indonesia.
Salah satu cara untuk mewujudkan
insan pendidikan Indonesia yang berkarakter yaitu dengan menerapkan pendidikan
berbasis budaya lokal dan diintegritaskan dengan pendidikan multikultural.
Indonesia memiliki berbagai macam suku dan budaya yang tentunya memiliki
perbedaan antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut merupakan hal yang
wajar mengingat nilai-nilai budaya yang ditanamkan oleh nenek moyang dari
masing-masing daerah berbeda-beda. Dengan tetap menjaga nilai budaya dari
leluhur, maka insan pelajar Indonesia akan tetap memiliki karakter sesuai
dengan budaya yang terdapat di lingkungannya.
Pendidikan berbasis budaya lokal
merupakan upaya untuk mengintegrasikan budaya lokal dalam proses pendidikan
yang mana proses pendidikan tidak hanya fokus terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi melainkan juga dengan mempelajari budaya lokal. Setiap daerah
memiliki potensi yang berbeda-beda. Keunggulan dari potensi daerah itu
sangatlah beragam. Dengan kebergaman potensi daerah ini pengembangan potensi
dan keunggulan daerah perlu diperhatikan sehingga pelajar yang merupakan
generasi penerus bangsa tidak asing dengan daerahnya sendiri dan memahami
potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri.
Pelajaran Seni Budaya yang
diterapkan dalam kurikulum pendidikan formal sebenarnya merupakan langkah yang
baik untuk menanamkan kebudayaan lokal. Akan tetapi, apresiasi terhadap
pelajaran ini hanya sekedar menggambar, menyanyi, melukis, atau yang lainnya.
Apabila pelajaran Seni Budaya ini lebih ditekankan untuk mempelajari
budaya-budaya lokal maka akan lebih efektif untuk membentuk karakter pelajar
itu sendiri. Dengan mengajak pelajar untuk berinteraksi langsung dengan
orang-orang yang bergerak di bidang seni budaya itu sendiri rasanya akan lebih
efektif. Sebagai contoh mengajak pelajar untuk belajar kesenian wayang dengan
dalang dari wayang itu sendiri. Dengan belajar secara langsung pelajar tidak
hanya sekedar tahu tentang wayang, tetapi juga bisa mempelajari sejarah wayang,
tokoh-tokoh wayang, filosofi cerita pewayangan, makna dari cerita wayang, atau
bahkan bisa belajar menjadi dalang.
Untuk membenahi kurikulum pendidikan
khususnya pelajaran Seni Budaya bisa dilakukan melalui dua alternatif.
Alternatif pertama dengan memuat mata pelajaran budaya lokal seperti
pelajaran budaya jawa, budaya sunda, budaya betawi, budaya bali, budaya
sasak, budaya melayu dan lainnya. Sedangkan, alternatif kedua adalah dengan
mengintegrasikan muatan budaya lokal dalam pelajaran-pelajaran yang telah ada
atau disebut sebagai pembelajaran berbasis budaya.
Muatan lokal saat ini memang sudah
diterapkan di dalam kurikulum pendidikan seperti bahasa daerah. Namun pada
praktiknya bahasa daerah hanya sebatas pelajaran pelengkap dengan mengedepankan
aspek linguistik saja. Ada hal yang perlu diingat bahwasanya pelajaran bahasa
daerah bisa kita implementasikan dengan mempelajari keseluruhan dari budaya
daerah yang mencakup filosofi, nilai-nilai, pembelajaran moral, sopan santun,
tradisi, adat istiadat, dan lainnya. Selain itu sebaiknya pembelajaran tidak
hanya mengedepankan aspek kognitif saja, akan tetapi dengan menanamkan sikap
dan berperilaku sesuai dengan kebudayaan lokal sehingga terbentuklah pelajar
yang berkarakter sesuai dengan budaya lokal.
Pendidikan multikultural merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan
keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah
satu kekuatan untuk membentuk sikap saling menghargai dan menghormati
sesamanya. Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu
menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif
pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.
Dengan demikian, output yang diharapkan adalah peserta didik mencerminkan
praktik dari nilai-nilai demokrasi dimana peserta didik lebih berbicara tentang
rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari
pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah peserta didik
yang berbeda dalam
hal
ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya.
Penutup
Mengintegrasikan antara pendidikan denga budaya lokal merupakan hal yang harus dilakukan dalam menghadapi globalisasi budaya guna melahirkan generasi berbudaya dan juga tentunya generasi yang integratif. Untuk melakukannya harus menyentuh pada dua aspek utama. Aspek pertama ialah pendidikan yang mendorong manusia untuk menghargai dan mengenakan atribut budaya lokal dengan menerapkan pendidikan berbasis budaya lokal. Sedangkan untuk aspek kedua ialah pendidikan yang tidak hanya mengapresiasi budaya lokal daerahnya sendiri tetapi juga budaya daerah lain dengan memberikan pendidikan multikultural. Penerapan kedua aspek ini dapat dilakukan secara bersamaan sehingga melahirkan generasi Indonesia yang berkarakter, berbudaya dan integratif.
Mengintegrasikan antara pendidikan denga budaya lokal merupakan hal yang harus dilakukan dalam menghadapi globalisasi budaya guna melahirkan generasi berbudaya dan juga tentunya generasi yang integratif. Untuk melakukannya harus menyentuh pada dua aspek utama. Aspek pertama ialah pendidikan yang mendorong manusia untuk menghargai dan mengenakan atribut budaya lokal dengan menerapkan pendidikan berbasis budaya lokal. Sedangkan untuk aspek kedua ialah pendidikan yang tidak hanya mengapresiasi budaya lokal daerahnya sendiri tetapi juga budaya daerah lain dengan memberikan pendidikan multikultural. Penerapan kedua aspek ini dapat dilakukan secara bersamaan sehingga melahirkan generasi Indonesia yang berkarakter, berbudaya dan integratif.
Bahan
bacaan:
Depdiknas. (2007). Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses. Jakarta.
Nana Supriatna.
“Sekolah sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter”. http://karakter-smkn2depoksleman.org, diakses tanggal 11 September 2014.
Puskurbuk. (2011) Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: Balitbang,
Kemendiknas.
Sudaryanto. “Mata Kuliah
Berterima Kasih” dalam Alumny, Media Komunikasi Alumni UNY. Desember
2011. Yogyakarta.
___ Perda
DIY Nomor 5 Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar