KEPEMIMPINAN
YANG IDEAL DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Oleh: Aris Priyanto*)
Lembaga pendidikan merupakan sebuah wahana untuk
pengembangan diri seseorang untuk menjadi lebih baik. Seorang pemimpin
lembaga pendidikan dituntut agar memiliki kemampuan menggerakkan personel
satuan pendidikan atau sekolah dalam melaksanakan tugas pembelajaran sesuai
prinsip-prinsi pedagogik. Karena kepemimpinan adalah suatu kemampuan
mempengaruhi kelompok ke arah pencapaian tujuan. (Sudarwan,
2008: 211)
Pengertian
kepemimpinan
Menurut Robbins dalam Wahab dan Umiarso (2010: 60),
kepemimpinan adalah kemampuan mempengarungi kelompok kearah pencapaian tujuan.
Owens mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu interaksi antara satu pihak
sebagai yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Sedangkan James Lipham,
seperti yang diikuti oleh M. Ngalim Purwanto, mendefinisikan kepemimpinan
adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk mencapai
tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran organisasi. Menurut Josep C. Rost dalam Triantoro (2004: 3),
kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin
dan pengikut (bawahan/mitra kerja) yang menginginkan perubahan nyata yang
mencerminkan tujuan bersama.
Dari beberapa definisi kepemimpinan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain
agar orang tersebut mau bekerja sama (mengkolaborasi dan mengelaborasi
potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga
sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsenseus anggota organisasi
untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
Peranan kepemimpinan.
Kepemimpinan
adalah fondasi terpenting dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan berbicara
tentang bagaimana seseorang dapat mempengaruhi dan menginspirasi orang lain dan
bagaimana seseorang bisa membuat orang lain mau belajar dan bekerja ekstra
dengan ikhlas.
Banyak
orang mengatakan kemampuan memimpin berhubungan dengan bakat, tetapi
kepemimpinan adalah keterampilan yang perlu dilatih bukan hanya dipelajari ilmu
dan teorinya. Seorang pemimpin berbeda dengan manajer meskipun keduanya sama-sama
memahami bisnis organisasinya dengan baik. Seorang pemimpin
bertanggung jawab dalam menciptakan visi organisasi, konsep bisnis, rencana
serta program target untuk mencapai organisasi sementara manajer bertanggung
jawab dalam penerapan dan pencapaiannnya.
Ada
pebedaan mendasar antara pemimpin dan manajer seperti yang sering kita dengar
manager “does thing right, a leader does the right things” manajer
membuat pekerjaan menjadi efisien sedangkan pemimpin membuat pekerjaan menjadi
efektif.
Manajemen
berbicara bagaimana sedangkan kepemimpinan berbicara tentang apa dan mengapa
kepemimpin melakukan inovasi sementara manjemen menerapkan aturan manajemen
berhubungan dengan sistem, kontrol, prosedur, struktur serta kebijakan
sedangkan kepemimpinan berbicara tentang manusia dan kepercayaan. Kepemimpinan
bersifat kreatif, adaptif dan berhubungan dengan ketangkasan.
Kepemimpinan melihat jauh ke depan dan dari luar organisasi, bukan
hanya permukaan dan di dalam organisasi. Secara singkat, ada lima peranan penting
seorang mimpin yaitu:
- Menciptakan visi
Seorang pemimpin bertugas membuat visi untuk
organisasinya.Visi harus bisa
menyatukan kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dapat
memudahkan proses pengambilan keputusan dalam organisasi. Visi akan membantu pemimpin dan
anggotanya dalam menghadapi tantangan dalam organisasi.
- Membangun anggota
Seorang
pemimpin harus dapat memilih orang-orang yang tepat untuk mengisi
posisi yang tepat agar tidak sampai salah memilih anggota,
tidak ada salahnya jika pemimpin meluangkan waktu untuk
mewawancarai calon karyawan yang akan di rekrutnya.
- Mengalokasikan tugas
Pemimpin
yang baik dapat menganalisa anggota timnya dan menempatkan orang
yang mumpuni pada posisi yang tepat sesuai dengan
kompetensinya. Pemimpin yang baik akan mengalokasikan tugas bagi anggotanya
sesuai dengan keahlian dan minat mereka masing-masing.
- Mengembangkan orang
Perubahan jaman, jika dulu banyak orang yang setia bekerja
di suatu tempat selama bertahun-tahun. Tetapi sekarang banyak orang yang tidak
ragu untuk pindah dan mencari pekerjaan baru karena merasa tidak
bisa berkembang jika tetap bekerja di suatu tempat. Seorang pemimpin harus
memahami hal tersebut dan ia harus pandai membaca potensi orang-orang yang akan
dipimpinnnya, serta mengembankan kemampuan dan nilai mereka.
- Memotivasi anak buah
Anggota tim yang bersemangat adalah kekuatan bagi
organisasi yang
sehat.Untuk menjaga semangat anggota tim, pemimpin harus
dapat menginspirasi dan memotivasi anak buahnya. Jika anggota bersemangat
pasti mau bekerja keras dan berusaha maksimal demi mencapai target dan
kesuksesan organisasi.
Tipe-Tipe Kepemimpinan
Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses
kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu
dengan yang lainnya, hal ini sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman
Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi enam, yaitu :
1. Tipe
kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan
ini, segala
sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu
dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin
yang bersangkutan.
2. Tipe
kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu
kebijaksanaan
yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana
atau perintah juga pengawasan.
3. Tipe
kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya
bekerja
keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan
instruksi-instruksinya harus ditaati.
4. Tipe
kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang
demokratis
menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan
kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama.
Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta
dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian.
Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian
tujuan.
5. Tipe
kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini
dicirikan oleh
suatu pengaruh
yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah
untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada
anaknya.
6. Tipe
kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari
kelompok
orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system
kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan
dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada
dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur
berkecimpung.
Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang
dikutip oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga
bagian, yaitu :
1.
Otokratis, pemimpin yang demikian
bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat
dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
2.
Demokratis,
pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompoknya dan
bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan
tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan,
perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap
sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3.
Laissezfaire,
pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada
bawahannya,
untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima
laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak
terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan
prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat
memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.
Berdasarkan
dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang
otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para
pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah
dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang
pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan
atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi,
posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh
para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan
sebagai seorang pemimpinan yang profesional.
Gaya Kepemimpinan
Menurut
Bill Woods ada tiga gaya kepemimpinan yaitu;
1.
Otokratis, yaitu pemimpin membuat
keputusan sendiri karena kekuasaan terpusatkan dalam diri satu orang, ia
memikul tanggung jawab dan wewenang penuh.
2.
Demokratis, yaitu pemimpin itu
berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang
menarik
perhatian mereka dimana mereka dapat menyumbangkan sesuatu.
3.
Kendali bebas, yaitu pemimpin
memberi kekuasaan pada bawahan, kelompok dapat
mengembangkan
sasaranya sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri, pengarahannya tidak ada
atau hanya sedikit.
Para
peneliti juga telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan dalam
hubunganya dengan bawahan yaitu
1. Gaya
dengan orientasi tugas ( task-oriented)
Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan
mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas
dilaksanakan sesuai yang diinginkanya.
2. Gaya
dengan orientasi karyawan (employee-oriented)
Manajer berorientasi karyawan
mencoba untuk memotivasi bawahan
dibanding mengawasi
mereka.
Gaya
kepemimpinan menurut Ki Hajar Dewantara, memperkenalkan semboyan sebagai
nilai-nilai bangsa Indonesia yang dicetuskannya yaitu, Filosofi “Ing ngarsa
sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani”. Perkembangan
ilmu pengetahuan pada akhirnya menemukan bahwa terdapat kesesuaian antara
filosofi tersebut dengan kepemimpinan yang ideal untuk bangsa Indonesia.
Ing ngarsa sung tuladha.
Filosofi ini memiliki arti bahwa seseorang yang berada di garis depan atau
seorang pemimpin, harus bisa memberi contoh kepada para anggotanya. Seorang
leader akan dilihat oleh followernya sebagai panutan. Follower tidak hanya
memperhatikan perilaku dari seorang leader secara pribadi, namun juga meliputi
sejauh mana nilai-nilai budaya organisasi telah tertanam dalam diri leadernya,
bagaimana cara leadernya dalam mengatasi masalah, sejauh mana leader
berkomitmen terhadap organisasi, sampai kerelaan seorang leader untuk
mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya. Oleh karena
itu, sepatutnya seorang leader memiliki karakteristik-karakteristik yang dapat
menjadi teladan untuk para followernya. Leader yang memiliki charisma atau
seorang pemimpin yang kharismatik akan lebih mudah menjalankan peran ini. Hal
ini disebabkan oleh charisma mereka yang dapat menginspirasi para followernya.
Ing
madya mangun karsa. Filosofi ini berarti bahwa seorang
leader harus mampu menempatkan diri di tengah-tengah followernya sebagai
pemberi semangat, motivasi, dan stimulus agar follower dapat mencapai kinerja
yang lebih baik. Melalui filosofi ini, jelas bahwa seorang leader harus mampu
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan followernya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
tersebut, akan memotivasi follower untuk memberikan yang terbaik bagi
organisasi. Teori-teori motivasi memiliki peranan penting bagi seorang leader
untuk mengaplikasikan peranan sesuai filosofi ke dua ini.
Tut
wuri handayani. Filosofi yang terakhir ini memiliki
makna bahwa seorang leader tidak hanya harus memberikan dorongan, namun juga
memberikan arahan untuk kemajuan organisasi. Arahan di sini berarti leader
harus mampu mengerahkan usaha-usaha followernya agar sejalan dengan visi, misi,
dan strategi organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai dasarnya, leader
nilai-nilai organisasi harus tertanam kuat dalam diri masing-masing anggota.
Ketiga filosofi di atas saling berkaitan dan tidak dapat ditinggalkan salah
satunya. Sebagai contoh, usaha seorang leader untuk menanamkan nilai-nilai
organisasi kepada followernya. Dalam hal ini, seorang leader tidak bisa begitu
saja mendorong dan mengarahkan perilaku followernya agar sesuai dengan
nilai-nilai organisasi (tut wuri handayani). Namun, leader tersebut juga
harus mampu memberikan contoh nyata bagaimana nilai-nilai organisasi telah
tertanam dalam dirinya (ing ngarsa sung tuladha). Sembari memberi
contoh, leader juga harus mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut ke
tengah-tengah followernya, dan memotivasi mereka untuk bertindak sejalan dengan
nilai-nilai itu (ing madya mangun karsa).
Bila dilihat dari budaya bangsa menurut dimensi-dimensi Hofstede, akan
ditemukan kesesuaian antara budaya kita, filosofi dari Ki Hajar Dewantara, dan
gaya kepemimpinan yang diterapkan di Indonesia. Salah satu dimensi Hofstede,
yaitu Power Distance Index (PDI) menunjukkan nilai yang tinggi pada
budaya di Indonesia. Jarak kekuasaan yang tinggi mengindikasikan bahwa
anggota-anggota dalam organisasi menerima adanya kekuasaan atau wewenang yang
tidak didistribusikan secara merata. Nilai yang tinggi dalam dimensi ini
berarti bahwa arahan dari leader merupakan sesuatu yang diinginkan dari para
follower. Leader dituntut untuk bisa memberikan arahan dan pengawasan bagi para
followernya. Hal ini kita jumpai pada salah satu filosofi di atas, yaitu tut
wuri handayani.
Penerapan lain dari filosofi-filosofi tersebut dapat dilihat pada AXA
Indonesia, suatu perusahaan yang bergerak di bidang asuransi. Perusahaan ini
sukses meraih penghargaan sebagai “Perusahaan Ternyaman Pilihan Karyawan Nomor
Satu di Indonesia” dalam ajang Employer of Choice di tahun 2010. AXA Indonesia
unggul berkat komunikasi dua arah yang intensif dan terbuka. Komunikasi
merupakan elemen penting bagi leader dalam memotivasi, memberikan semangat, dan
ide untuk para follower. Hal ini sesuai dengan konsep filosofi “ing madya
mangunkarsa”.
Beberapa uraian di atas menjelaskan kepemimpinan yang ideal bagi bangsa
Indonesia, dilihat dari segi nilai-nilai asli budaya bangsa Indonesia. Belajar
dari sejarah bangsa dapat membawa kita pada kesimpulan menarik mengenai
berbagai hal. Salah satunya adalah dalam hal kepemimpinan. Sangat menarik
mengetahui bahwa kepemimpinan yang ideal bagi bangsa ini bahkan telah ditemukan
dan disusun sejak lama oleh Ki Hajar Dewantara melalui tiga filosofi
singkatnya. Ing ngarsa sung tuladha. Ing madya mangun karsa. Tut wuri
handayani.
Kepemimpinan
Pendidikan Yang Efektif dalam Lembaga Pendidikan
Kepemimpinan pendidikan yang efektif memberikan dasar dan
menempatkan tujuan pada posisi penting untuk merubah norma-norma dalam program
pembelajaran, meninkatkan produktivitas, dan mengembangkan
pendekatan-pendekatan kreaif untuk memperoleh hasil yang maksimal dari program
institusi pendidikan. Menurut Campbell (1993) menegaskan bahwa
pemimpin-pemimpin yang efektif menyususun tujuan-tujuan, sasaran-sasaran,
mengatur standar-standar penampilan, menciptakan lingkungan kerja yang
produktif, dan dapat dukungan yang dibutuhkan. (Internet:2014)
Faktor-Faktor Kepemimpinan Pendidikan Yang Efektif :
1. Ketepatan
dalam pengambilan keputusan.
Seorang pemimpin harus bisa
mengambil keputusan dengan tepat dalam pengambilan keputusan oleh pemimpin
pendidikan proses komunikasi itu terkandung nilai-nilai manusiawi yang secara
psikologis dan pedagogis, dapat membawa pada kehidupan social yang tentram dan
damai dengan rasa solidaritas social yang semakin kokoh. Menurut Mann (1975)
pengambilan keputusan yang rasional dalam organisasi harus dilihat dari tujuan
organisasi, sumberdaya yang ada, informasi yang lenkap tentang fungsi sitem
kerja, pengalokasian sumber dna didasarkan pada prioritas, dan harus
memahami pengelolahan dana. Suatu keputusan dalam penyelenggaraan
pedidikan dikatakan sebagai keputusan yang baik, apabila keputusan
tersebut tidak memuat alasan dan tidak perlu pula untuk diadakan kemungkinan
untuk naik banding dalam bentuk apapun.karena itu pemimpin pendidikan harus
cermat dalam pengambilan keputusan.
2. Pendelegasian
pembagian tugas dengan tepat.
Kepemimpinan pendidikan yang
efektif harus bisa mendelegasikan pembagian tugas atau pekerjaan dengan
cara yang yang tepat yaitu sesuai dengan pembidangan organisasi. Pendelegasian
adalah pelimpahan wewenang kepada seseorang atau lembaga yang menjadi tanggungjawabnya
sesuai dengan ketentuan institusin yang berlaku. Meskipun tugas-tugas tersebut
telah didelegasikan kepada bawahannya, tetapi control dan tanggungjawab
tetap ada pada pemimpin.adapun kualifikasi penerima wewenang berkenaan dengan
aspek keahlian, posisi, dan perilakunya dengan mempertimbangkan secara jeklas
penentuan formasi tugas, tanggungjawab, prosedur, prospek pengembangan dan
pendayagunaannya diarahkan pada internaslisasi prinsip moral dan etika yang
menjadi landasan terbangunnya akuntabilitas mereka sebagai pemberi dan penerima
wewenang serta menjamin proses penyelenggaraannya benar-benar bergerak sejalan
dengan aspirasi masyarakat yaitu tidak menyimpang dari prinsip-prinsip
etika, aturan penyelenggaraan satuan pendidikan, hokum, dan konstitusi Negara.
3.
Mengembangkan sikap demokrasi.
Kepemimpinan yang efektif harus
memiliki seorang pemimpin yang mengembangkan sikap demokratis. Menurut
kamus besar bahsa Indonesia (1996)mengemukakan demokrasi adalah gagsan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama atau menjamin kemerdekaan dan persamaan mengemukakan pendapat sebagai
satu keseluruhan yang utuh. Factor partisipasi sangat kuat pengaruhnya dalam
mencapai kesuksesan tugas seorag pemimpin, semakin banyak partisipasi bawahan
dalam suatu kegiatan semakin besar dan dinamis kehidupan kondisi organisasi
tersebut.
4. Visioner
Kepemimpinan efektif harus visioner.
Menurut Paters dan Austin (1986) mengemukakan bahwa setiap institusi memerlukan
pemimpin yang memiliki visi dan misi atau disebut dengan visioner, dekat dengan
pelanggan atau masyarakat yang membutuhkan jasa organisasi pendidikan, memiliki
gagasan inovativ yang lua, familiar dan mempunyai semangat kerja yang
tinggi.(Sallis,1992). Tidak semua tujuan disebut visi. Visi adalah gmabran
keadaan sesuatu hal dalam suatu waktu mendatang dapat menjadi kenyataan yang
mengandung cita-cita, nilai, semangat motivasi, niat yang jelas, wawasan dan
keyakinan.
5. Perduli
terhadap pembaharuan
Kepemimpinan yang efektif juga
perduli tentang pembaharuhan. Keperdulian memberi gambaran bahwa seorang
pemimpin cepat bereaksi, tanggap dan mrespon terhadap hal-hal yang dipandang
member konstribusi terhadap kualitas institusi yan dipimpinya sebagai bagian
dari pembaharuan. Pemimpin yang perduli dalam manajemen pendidikan, memeahami
betul bahwa manajemen pendidikan tidak terlepas dari pembaharuan yaitu tuntuan
perkembangan ilmu pengetahuan merupakan bagian dari dinamika pendidikan. Akibat
dar pembaharuan dan perkembangan ilmu pengetahuan itu menumbuhkan konsekwensi
tersendiri bagi pemimpin sebagai pemegang kendali pendidikan.
Kesimpulan
Pengertian kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi
orang lain agar orang tersebut mau bekerja sama (mengkolaborasi dan mengelaborasi
potensinya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada tiga gaya
kepemimpinan yaitu; otokratris, demokratis, dan kendali bebas.
Selain itu, gaya kepemimpinan berdasarkan hubunganya dengan bawahan yaitu
gaya dengan orientasi tugas dan orientasi karyawan. Gaya kepemimpinan yang
ideal adalah menggunakan gaya yang ada sebaik mungkin pada
situiasi yang mendukung dan memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan
itu sendiri. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentukan gaya apa yang
digunakan, karenanya tidak mungkin menerapkan satu gaya secara konsisten.
Tipe kepemimpinan dari seorang pemimpin yaitu tipe
kepemimpinan pribadi (personal ledaership), tipe kepimimpinan non
pribadi (non personal leader), tipe kepemimpinan otoriter (autoritorum
leadership), tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership),
dan tipe kepemimpinan paternalis (paternalis leadership)
Kaitannya kepemimpinan pendidikan yang efektif yaitu
pemimpin yang memberikan dasar dan menempatkan tujuan pada posisi penting untuk
merubah norma-norma dalam program pembelajaran, meninkatkan produktivitas, dan
mengembangkan pendekatan-pendekatan kreaif untuk memperoleh hasil yang maksimal
dari program institusi pendidikan.
Kepemimpinan yang ideal dan cocok
diterapkan bagi bangsa ini
bahkan telah ditemukan dan disusun sejak lama oleh Ki Hajar Dewantara melalui tiga filosofi singkatnya, yaitu Ing ngarsa sung tuladha. Ing madya
mangun karsa. Tut wuri handayani.
*Aris
Priyanto Pengawas Madya Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
Daftar Pustaka
Http//www.Kepemimpinan.com. 7 Maret 2014: 04.45 am
Maman Ukas, Manajemen
Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).
M. Ngaliman Purwanto. Administrasi dan Supevisi Pendidika. (Bandung:
PT Remaja
Rosdakarya. 1995), hlm. 27
Sudarwan. 2008. Visi Baru Manajemen Sekolah.
Jakarta : Bumi Aksara
Triantoro. 2004. Kepemimpinan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Wahab, Abd dan Umiarso. 2010. Spiritual
Qoutient (SQ) dan Educational Leadership.
Jember : Pena Salsabila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar