PENGEMBANGAN
KECERDASAN GERAK-KINESTETIK PADA ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL
Oleh:
Aris Priyanto*
Absrak
Perkembangan jaman dan globalisasi sekarang
sudah mulai merambah dunia bocah (anak-anak). Berbagai jenis permainan anak
modern seperti Playstasion menjamur tak terbendung. ironisnya
permainan tersebut sudah banyak dilakukan oleh anak-anak pada usia dini, usia
yang seharusnya diisi dengan pengalaman gerak yang banyak untuk menunjang
kecerdasan gerak-kenestetik di masa-masa pertumbuhan berikutnya.Tentunya dengan berbagai dampak yang
mengikutinya, baik itu dampak positif atau negatif. Permainan tradisionalpun
perlahan namun pasti mulai ditinggalkan, karena dianggap kuno serta melelahkan.
Padahal jika ditinjau lebih dalam, beragam permainan tradisional secara
langsung memberikan pelajaran hidup kepada anak-anak tentang arti toleransi,
interaksi sosial, kerja sama tim dan wawasan. Bisa dibandingkan dengan
permainan elektronik sekarang yang lebih banyak membentuk perilaku anak menjadi
penyendiri serta cenderung anti sosial (susah bergaul, egois dan lain-lain).
Hasil penelitian di bidang neurologi mengemukakan
bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%,
hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Maka masa kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun
disebut masa emas (Golden Age) yang
hanya terjadi sekali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah
penting untuk merangsang pertumbuhan kecerdasan otak anak dengan memberikan
perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan
pendidikan.
Layanan
pendidikan untuk perkembangan kecerdasan kinestik pada masa usia emas dapat
diberikan melalui permainan tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan
dan pertumbuhan anak. Karena di dalam permainan tradisional terkandung
nilai-nilai kreatifitas, terapi, dan mengembangkan
kecerdasan majemuk anak.
Kata
Kunci: kecerdasan kinestetik, anak usia dini, permainan tradisional
Pendahuluan
Anak-anak sudah tidak mengenali lagi
permainan tradisional. Mereka lebih senang mengisi waktunya dengan permainan
modern. Anak-anak sekarang banyak dicekoki sesuatu yang instan, anak-anak lebih
banyak menjadi pemakai, tidak mampu untuk menciptakan.. Hidup mereka menjadi
terdorong serba ingin cepat tanpa mengetahui asal usulnya, yang mana hal ini
bisa memupus kreatifitas anak. Akibatnya, lebih dari 60 persen permainan
tradisional Jawa pun punah. Karena permainan tradisional yang diwariskan nenek
moyang memiliki karakter yang berbeda. Dimainkan secara berkelompok dan sarat
pendidikan. Selain mengajarkan kebersamaan, permainan tradisional juga mendidik
anak-anak untuk hidup lebih sportiv, tenggang rasa, jujur dan kreatif. Muatan
ini tidak akan bisa didapat ketika anak memainkan permainan modern, karena
permainan modern lebih cenderung individual.
Ada sekitar 48 jenis permainan
tradisional Jawa yang mulai jarang dimainkan. Permainan tradisional
dikelompokan menjadi tiga yakni gerak dan lagu, keterampilan serta permainan
atraktif. Dari ketiga kelompok tersebut hanya gerak dan lagu yang masih eksis
karena sering digelar berbagai festival. Sementara dua kelompok yang lain sudah
jarang ditemui. Dicontohkan permainan benthik, dakon dan gobak sodor.
Untuk anak usia dini permainan
tradisional bisa diberikan melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
(Penjasorkes) di kelompok bermain . Karena Penjasorkes merupakan proses
pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada peserta didik berupa
aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis
guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, organik, keterampilan
motorik, keterampilan berfikir emosional, sosial dan moral. Pembekalan
pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina sekaligus membentuk gaya hidup
sehat dan aktif sepanjang hayat.
Pembahasan
A.
Kecerdasan
gerak-kinestetik
Kecerdasan
gerak-kinestetik berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak seluruh tubuh
untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan menggunakan tangan
untuk mencipta atau mengubah sesuatu (Tadkiroatun Musfiroh, 2008: 50).
Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi,
keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan
menerima rangsang, sentuhan, dan tekstur.
Stimulasi
kecerdasan kinestetik terjadi pada saat bermain. Pada saat bermain itulah anak
berusaha melatih koordinasi otot dan gerak. Stimulasi terjadi dalam
wilayah-wilayah berikut: 1. Koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti
menggambar, menulis, memanipulasi objek, menaksir secara visual, melempar,
menendang, menangkap; 2. Keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari,
melompat, berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak;
3. Keterampilan nonlokomotor, seperti, membungkuk, menjangkau, memutar tubuh,
merentang, mengayun, berjongkok, duduk, berdiri; 4. Kemampuan mengontrol dan
mengatur tubuh seperti menunjukan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran
ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan
gerak, dan mengubah arah (Catron & Allen, 1999).
Anak
yang cerdas dalam gerak-kinestetik terlihat menonjol dalam kemampuan fisik
(terlihat lebih kuat, lebih lincah) daripada anak-anak seusianya. Mereka
cenderung suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-lama, mengetuk-ngetuk
sesuatu, suka menirukan gerak atau tingkah laku orang lain yang menarik
perhatiannya, dan senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak
seperti memanjat, berlari, melompat, berguling. Selain itu, anak yang cerdas
dalam gerak-kinestetik suka menyentuh barang-barang.
Anak
yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang baik.
Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan. Mereka cepat
menguasai tugas-tugas motoric halus seperti menggunting, melipat, menjahit,
menempel, merajut, menyambung, mengecat dan menulis. Secara artistic mereka
mempunyai kemampuan menari dan menggerakan tubuh mereka dengan luwes dan
lentur. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan
dinamis. Oleh karena itu proses pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak
dalam konteks pasif (duduk tenang di kelas) hendaklah dikurangi.
Menurut
Gardner, nkecerdasan gerak kinestetik mempunyai lokasi di otak serebeum (otak
kecil), basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini
memiliki wujud relative bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan
dan fleksibilitas serta dominan seperti tari dan olahraga.
A.
Pembelajaran
anak usia dini.
Anggapan
bahwa pembelajaran secara umum baru bisa dimulai setelah memasuki usia sekolah
dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pembelajaran yang
dimulai pada usia TK (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil
penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorah ahli
pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1),
mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun
mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Maka masa kanak-kanak dari usia
0 – 8 tahun disebut masa emas (Golden Age)
yang hanya terjadi sekali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga
sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan kecerdasan otak anak dengan
memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan
pelayanan pendidikan.
Layanan
pembelajaran kepada anak-anak usi dini, termasuk juga gerak-gerak dasar
kinestetik merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak
selanjutnya hingga dewasa. Hal ini diperkuat dengan pendapat Hurlock (1991: 27)
bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cederung bertahan
dan mempengaruhi sikap, perilaku dan kecerdasan gerak kinestetik anak di
sepanjang hidupnya.
Menurut
Vigotsky dalam ( Sofia Hartati. 2005: 15) berpendapat bahwa pengalaman
interaksi social merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berfikir
anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan
kesempatan bagi anak untuk mengkreasi dan memanipulasi objek atau ide.
Greeenberg dalam Sofia Hartati (2005) berpendapat bahwa anak akan terlibat
dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun sesuatu dari pada sekedar
melakukan atau menirukan sesuatu sesuatu yang dibangun olh orang lain.
Pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja, bermain dan
hidup bersama dengan lingkungannya.
Pada
hakekatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran pada anak
usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia
dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai eksplorasi terhadap
lingkungannya, maka aktifitas bermain merupakan bagian dari proses
pembelajaran. Pembelajaran diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan
potensi kemampuan yang dimiliki anak
seperti kemampuan berbahasa, sosio-emosional, motoric, dan intelektual.
Untuk itu pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar anak tidak merasa
terbebani dalam mencapai tugas perkembangannya, suana belajar dibuat secara
alami, hangat, dan menyenangkan. Aktivitas bermain (playful activity) yang
memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya
merupakan hal yang diutamakan. Selain itu, karena anak merupakan individu yang
unik dan sangat variatif, maka unsur variasi individu dan minat anak juga perlu
diperhatikan.
B.
Permainan
tradisional
Indonesia
adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku, ras, budaya, alam
yang indah serta memiliki bermacam cabang
permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan simbolik
dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau
pesan dibaliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan
permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan
menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan.
Supriyadi
(2002; 4) menjelaskan bahwa Bruner dan Danalson dari telaahnya menemukan bahwa
sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa
kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh
dari bermain. Melalui permainan tradisional, anak-anak juga dapat mengembangkan
semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik yang berhubungan dengan
kecerdasan gerak-kinetetik, mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu,
melalui permainan tradisional bagi anak usia dini merupakan jembatan
berkembangnya semua aspek. Adapun manfaat dari permainan tradisional adalah:
a. Anak
menjadi lebih kreatif
Permainan
tradisional biasanya dibuat langsung oleh pemainnya. Menggunakan barang-barang,
benda-benda, atau tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini
mendorong anak lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu,
permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan
yang berlaku, selain aturan yang sudah biasa digunakan, ditambah dengan aturan
aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga juga
terlihat bahwa pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang
sesuai dengan keadaan mereka.
b. Dapat digunakan sebagai terapi kepada anak
Saat bermain, anak-anak akan melepaskan
emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini dapat
digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.
c. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak, yaitu kecerdasan;
intelektual, emosional dan
personal, kinestetik, natural,
spasial, musikal dan spiritual
Adapun permainan tradisional yang akan dibahas penulis
adalah permainan tradisional yang lebih banyak menggunakan aktivitas fisik,
diantaranya:
1. Gotri
legendri,
Anak anak
bermain melingkar, jongkok di tanah. Mereka saling menggilirkan batu ke
sebelahnya sambil menyanyikan lagu. Gotri
legendri nogosari thiwul uwal
awul jadah mbantul.dolan awan
awan nggolek kodok titenana besok gedhe dadi apa apadha mbako enak mbako sedhep
dhempo ewa ewo kaya kodok. Kemudian, yang mendapatkan batu terakhir dia
jadi kodok.(menirukan gerakan katak melompat)
2. Tawonan
Permainan berkelompok, dimainkan dengan membuat lingkaran besar di tanah tempat memenjarakan pemain lawan yang tertangkap.
Permainan berkelompok, dimainkan dengan membuat lingkaran besar di tanah tempat memenjarakan pemain lawan yang tertangkap.
3. Udan barat
Permainan
menggunakan gacuk, bisa dari pecahan tegel atau kereweng. Dimainkan dengan
melemparkan batu ke garis, yang paling dekat dengan garis dia yang mulai main.
Gacuk dipasang di kaki, kemudian orang berjalan jingkat jingkat dengan gacuk
terpasang disatu kaki.Yang kalah menggendong yang menang, dari garis ke garis
4. Jamuran
Dimainkan berkelompok beramai ramai bergandengan tangan melingari seorang di tengah, sambil menyanyikan lagu lagu. Jamuran, yo ge gethok, jamur apa, yo ge gethok, semprat semprit jamur apa? lalu pemain yang ditengah menyebutkan sesuatu, seperti:
Jamur parut, maka pemain yang melingkar harus mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng, jika tertawa maka dia jadi yang ditengah Jamur kendhil borot, semua pemain harus kencing (wakakakakkaakakaka marahi kemekelen) dan jamur jamur lainnya
Dimainkan berkelompok beramai ramai bergandengan tangan melingari seorang di tengah, sambil menyanyikan lagu lagu. Jamuran, yo ge gethok, jamur apa, yo ge gethok, semprat semprit jamur apa? lalu pemain yang ditengah menyebutkan sesuatu, seperti:
Jamur parut, maka pemain yang melingkar harus mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng, jika tertawa maka dia jadi yang ditengah Jamur kendhil borot, semua pemain harus kencing (wakakakakkaakakaka marahi kemekelen) dan jamur jamur lainnya
5. Ancak-ancak
alis
Permainan
yang juga dimainkan beramai ramai. Dua orang anak menggabungkan kedua tangan
mereka dan diangkat tinggi. Anak-anak yang lain membuat rangkaian satu persatu
memasuki melewati kedua anak tadi, sambil menyanyikan lagu. Ancak-ancak alis, si alis kabotan kidang
anak-anak kebondungkul si dhungkul…
anak-anak kebondungkul si dhungkul…
6. Dhingklik
oglak aglik.
Permainan
dimainkan dengan saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah
lingkaran kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan
berjalan seperti berjingkat bersama. Masing-masing
tangan pemain memegang pundak atau tangan pemain lainnya.
7.
Cublak-cublak
suweng
Satu orang diminta melakukan posisi
seperti orang bersujud, ndhekem. Kemudian empat atau lima anak lainnya bermain
menggilirkan sebuah kerikil ditangan mereka. Setelah selesai, anak yang ndhekem
tadi menebak kerikil di tangan siapa. Cublak
cublak suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundhung gudel pak
gemppng lela legung sapa ngguyu ndhelikake sirpon dhele kosong sir, sirpong dhele kosong
8.
Petak
jongkok
Dimainkan
oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu. Tentukan satu orang yang akan
mengejar, setiap anak boleh jongkok. Bila jongkok berarti dia tidak dapat
disentuh oleh pengejar. Anak yang berdiri dapat membangunkan anak yang jongkok.
Tetapi anak yang terakhir jongkok berarti akan menjadi pengejar menggantikan
pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang tidak jongkok namun berhasil
disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar selanjutnya.
9.
Engklek
Pemain
harus mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak
dalam engklek. Permainan ini membutuhkan gacon (bisa pecahan genting atau
sejenisnya) untuk dilempar. Dalam tingkatan yang lebih tinggi pemain harus
membawa gacob di atas telapak tangan dan menaruh di atas kepala sambil sambil
melompat dengan satu kaki. Ada beberapa variasi dalam hal aturan permainan dan
prosedur engklek. Variasi ini juga terjadi dalam bentuk engklek yang berbeda
misalnya engklek gunung, engklek tangga, engklek lingkaran.
C.
Peranan
permainan tradisional bagi kecerdasan gerak-kinestetik anak
Menurut
Skinner dalam Sofia Hartati (2005: 24) beranggapan bahwa perilaku manusia yang
dapat diamati secara langsung adalah
akibat konsekuensi dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya menyenangkan
maka hal itu akan diulangi lagi. Hal, tersebut sejalan dengan permainan
tradisional yang prosesnya sangat digemari anak-anak. Permainan tradisional dapat
mempermudah dalam pembelajaran gerak pada anak usia dini, proses pembelajarannya
dapat digunakan di dalam pemanasan, inti, ataupun penenangan. Selain itu permainan
tradisional juga memenuhi prinsip-prinsip belajar pada anak usia dini, yaitu;
berangkat dari yang dimiliki anak, harus menantang pemahaman anak, dilakukan
sambil bemain, menggunakan alam sebagai sarana pembelajarannya, dilakukan
melalui sensorinya, membekali keterampilan hidup, dan belajar sambil melakukan.
Dalam permainan: Gotri legendri; Stimulasi kinestetik
terjadi pada saat anak mengilirkan/memindahkan batu secara estafet kesebelahnya
sambil bernyanyi ini dibutuhkan konsentrasi tinggi, jongkok di tanah dan gerakan
melompat menirukan gerakan katak (kodok). Dalam permainan ini koordinasi
mata-tangan, mata-kaki dan keterampilan lokomotor serta keterampilan non lokomotor
berjalan.
Tawonan; Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat anak membuat lingkaran menaksir secara visul dengan memenjarakan teman.
Dalam hal ini keterampilan koordinasi berjalan.
Udan barat; Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat menggunakan gacuk, melemparkan batu ke garis, memasang gacuk di kaki,
berjalan, jingkat jingkat dengan gacuk terpasang disatu kaki, dan menggendong.
Keterampilan koordinasi, keterampilan lokomotor dan non lokomotor, kemampuan
mengatur dan mengontrol tubuh berjalan.
Jamuran; Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat beramai ramai bergandengan tangan membuat lingkaran menyanyikan lagu lagu,
mengangkat kakinya untuk dikili kitik dengan kereweng.
Ancak-ancak alis; Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat anak menggabungkan kedua tangan mereka dan mengangkat tangan tinggi, anak
membuat rangkaian satu persatu memasuki melewati kedua anak tadi, sambil
menyanyikan lagu.
Dhingklik oglak aglik; Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat anak saling mengaitkan salah satu kaki ke kaki teman dalam sebuah
lingkaran kecil dengan kaki lain bertumpu di tanah dan melakukan gerakan
berjalan seperti berjingkat bersama.
Cublak-cublak
suweng; Stimulasi kinestetik terjadi pada saat anak
melakukan posisi seperti orang bersujud (ndhekem), empat atau lima anak lainnya
bermain menggilirkan sebuah kerikil ditangan mereka. Anak menebak kerikil di
tangan siapa.
Petak jongkok; Dimainkan
oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu. Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat anak mengejar, jongkok. anak membantu membangunkan anak yang
jongkok.
Engklek Stimulasi kinestetik terjadi pada
saat anak
mengangkat satu kaki dan melompat dengan satu kaki melewati kotak-kotak dalam
engklek, melempar.
Secara
umum permainan-permainan tradisional di atas memuat unsur-unsur gerak koordinasi,
keterampilan lokomotor, keterampilan non lokomotorr, dan kemampuan mengontrol
serta mengatur tubuh, sehingga dapat merangsang terhadap kecerdasan
gerak-kinestik anak, yang pada akhirnya
membantu perkembangan dan pertumbuhannya. Jadi, tidak ada alasan bagi pendidik,
tidak bisa melaksanakan pembelajaran dengan materi permainan tradisional karena
jelas-jelas permainan tradisional mempunyai banyak kelebihan dibandingkan
dengan permainan modern.
Penutup
Permainan tradisional memberikan penyadaran
bahwa ketika ekspansi permaianan modern, yang tersaji di dalam playstation,
internet, tablet dan sebagainnya. Yang pada gilirannya hanya membangun egoisme
individual, melakukan berbagai hal untuk dapat meraih keinginannya secara
instan, bahkan ada yang dengan menampilkan adegan kekerasan di dalam permaianan
itu. Permainan tradisional bisa hadir kembali menjdai solusi untuk menanamkan
nilai kerjasama, solidaritas, kreatifitas, keuletan, fair play. Keberanian,
rasa percaya diri.
Permainan tradsional yang inklut di dalam pembelajaran
penjasorkes, akan memberikan dasar-dasar gerak-kinestetik yang komplit pada
anak usia dini, sehingga dikemudian hari pertumbuhan dan perkembangan anak akan
berjalan optimal selaras, serasi dan seimbang antara jiwa dan raga sebagai satu
kesatuan yang utuh.
*Aris Priyanto adalah guru
penjasorkes SMAN 1 Yogyakarta
Daftar pustaka
Catron, Carol E. & Allen, Jan (1999). Early Childhood Curriculum A creative-Play
Modell. New Jersey: Prentice-Hall.
Direktorat
Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6
Tahun, Jakarta: PT Grasindo.
Hartati, S. (2005). Perkembangan Belajar pada Anak Usia Dini. Depdiknas Dirjen Dikti.
Jakarta
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi
Perkembangan, terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo. Jakarta: Erlangga, 1996
Musfiroh, T. (2008). Cerdas Melalui Bermain, Jakarta: PT
Grasindo
Supriyadi,
D. (2001). Kreativitas Kebudayaan &
Perkembangan Iptek, Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar