Jumat, 12 September 2014

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH
Oleh : Aris Priyanto*)
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu Negara multicultural terbesar di dunia. Multikultural bangsa Indonesia ini bisa diibaratkan pisau bermata ganda. Di satu sisi ia menjadi potensi yang berharga dalam membangun peradaban bangsa, di sisi lain apabila tidak dikelola dengan baik, multikulturalitas tersebut akan memunculkan konflik antar kelompok di masyarakat. Untuk itu perlu/pentingnya paradigma yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multicultural melalui sekolah.
Pendahuluan
Indonesia adalah Negara yang berpenduduk majemuk, betapa tidak negara ini dihuni oleh suku bangsa yang plural dengan aneka ragam agama/kepercayaan, suku (yang tersebar dilebih dari 17.000 pulau) bahasa daerah yang mencapai lebih dari 500 bahasa dan budaya. Setiap individu yang hidup di negara ini pasti berhadapan dengan kebhinekaan, kemajemukan menyusup dan merasuk dalam setiap ruang kehidupan, tidak terkecuali dalam hal kepercayaan dan budaya.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, banyak ahli yang memandang faham ini sangat layak dijadikan paradigma dalam proses pembangunan di Indonesia. Bertolak dari semangat untuk menerapkan paradigma multicultural ke dalam sistem pembangunan, sekarang ini ada gagasan untuk menerapkan pola-pola pendidikan multicultural di sekolah sekolah formal, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan jasmani, pendidkan kepramukaan, kewirausahaan, dan kewarganegaraan (PKn) sesungguhnya dilakukan sebagian dari proses usaha pembangunan cara hidup multicultural untuk memperkuat wawasan kebangsaan.
  1. Pengertian pendidikan multicultural
Anderson dan Custer (1994: 320) berpendapat bahwa pendidikan multicultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Pendidikan multicultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. (Hilliard, 1991-19920). Banks (1993: 3) menyatakan bahwa pengertian pendidikan multicultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengekplorasi perbedaan sebagai keniscayaan, kemudian memberi apresiasi perbedaan itu dengan semangat egaliter dan toleran.
Ide pendidikan multicultural muncul menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Isi rekomendasi adalah 1. Pedidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagai dan bekerja sama dengan orang lain. 2. Pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. 3. Pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan  konflik secara damai tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan menerima.
  1. Pentingnya pendidikan multikultural
Pendidikan multicultural sebagai pendidikan alternative  penting dikembangkan dan dijadikan sebagai model pendidikan di Indonesia dengan alasan: 1. Realita bahwa Indonesia adalah Negara yang dihuni oleh berbagai suku, bangsa, etnis, agama, dengan bahasa yang beragam dan membawa budaya yang heterogen serta tradisi dan peradapan yang beraneka ragam. 2. Pluralitas tersebut secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. 3. Masyarakat menentang pendidikan yang berorientasi bisnis, komersialisasi dan kapasitas yang mengutamakan golongan atau orang tertentu. 4. Masyarakat tidak menghendaki kekerasan dan kesewenag-wenangan pelaksanaan hak setiap orang. 5. Pendidikan multicultural sebagai resistensi yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan dan kesewenang-wenangan. 6. Pendidikan multicultural memberikan harapan dalam mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. 7. Pendidikan multicultural sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, social, kealaman, dan keTuhanan.
  1. Fungsi Pendidikan Multikultural
Menurut The National Council for Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang menunjukan pentingnya keberadaan Pendidikan Multikultural, yaitu: memberi konsep diri yang jelas, membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya, membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat, membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi social dan keterampilan kewarganegaraan, mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Selain itu pendidikan memberikan tekanan bahwa sekolah pada dasarnya berfungsi mendasari perubahan masyarakat dan meniadakan penindasan dan ketidak adilan. Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan yang dimulai dari diri siswa sendiri yang lebih menghargai orang lain agar bisa hidup damai dengan sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata perilakunya di lingkungan sekolah dan berlanjut hingga masyarakat. Karena sekolah merupakan agen perubahan maka diharapkan ada perubahan yang dapat terjadi di masyarakat, seiring dengan terjadinya perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah, perubahan tersebut sangat berkaitan agar siswa nantinya dapat tumbuh menjadi manusia yang mampu menghadapi berbagai pluralism budaya.
  1. Implikasi Pendidikan Multikultural
Strategi pendidikan multilkultural selanjutnya perlu dijabarkan dalam implikasi di sekolah. Menurut pendapat beberapa ahli dan realita empiric, dapat disusun tujuh implikasi strategi pendidikan dengan pendekatan multicultural yaitu:
  1. Membangun paradigma keberagaman inklusi di lingkungan sekolah. Guru sebagai orang dewasa  dan kebijakan sekolah harus menerima bahwa ada agama lain selain agama yang dianutnya. Ada pemeluk agama selain dirinya yang juga memeluk suatu agama. Dalam sekolah yang muridnya beragam agama, sekolah harus melayani kegiatan rohani semua siswanya secara baik. Hilangkan kesan mayoritas minoritas siswa menurut agamanya. Setiap kegiatan keagamaan atau kegiatan apapun antar  siswa yang beragama berbeda.
Hal ini perlu diterapkan di sekolah yang berbasis agama tertentu atau menerima siswa yang beragama sejenis. Guru dan kebijakan sekolah tidak mengungkapkan secara eksplisit, radikal, dan provokatif dalam wujud apapun, karena di luar sekolah itu siswa akan bertemu, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain yang berbeda agama. Sebagai bahan renungan, seorang guru harus peka dan bijaksana menjelaskan sejarah Perang Salib, bom Bali, konflik antar pemeluk agama di Madura, terorisme, dan sebagainya. Jangan sampai ada ketersinggungan sekecil apapun karena kecerobohan ungkapan guru. Sekecil apapun singgungan tentang agama akan membekas dalam benak siswa yang akan dibawa sampai dewasa.
  1. Menghargai keragaman bahasa di sekolah
Dalam suatu sekolah bisa terdiri di guru, tenaga kependidikan, dan siswa yang berasal dari berbagai wilayah dengan keragaman bahasa, dialek, dan logat bicara. Meski ada bahasa Indonesia sebagai pengantar formal di sekolah, namun logat atau gaya bicara selalu saja muncul dalam setiap ungkapan bahasa, baik lesan maupun tulisan.
Sekolah perlu memiliki peraturan yang mengakomodasi penghargaan terhadap perbedaan bahasa. Guru serta warga sekolah yang lain tidak boleh mengungkapakan rasa”geli” atau “aneh” ketika mendengarkan atau membaca ungkapan bahasa yang berbeda dari kebiasaannya. Semua harus bersikap apresiatif dan akomodatif terhadap perbedaan-perbedaan itu. Perbedaan yang ada seharusnya menyadarkan kita bahwa kita sangat kaya budaya, mempunyai teman-teman yang unik dan menyenangkan, serta dapat bertukar pengetahuan berbahasa agar kita kaya wawasan.
  1. Membangun sikap sensitive gender di sekolah
Pembagian tugas, menyebutkan contoh-contoh nama tokoh, dan sebagainya harus proposional antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih dominan atau sebaliknya minoritas antara gender laki-laki dan perempuan. Dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai kodrati, penerapan gender dalam fungsi-fungsi pembelajaran di sekolah harus proposional karena setiap siswa laki-laki dan perempuan memiliki potensi masing-masing. Perempuan jadi pemimpin, laki-laki mengurusi konsumsi, atau yang lain saat ini bukan sesuatu yang tabu. Biarlah siswa mengembangkan potensinya dengan baik tanpa bayang-bayang persaingan gender. Siapa yang berpotensi biarlah dia yang berprestasi. Berilah reward pada siapapun dengan gender apapun yang mampu berpretasi, sebaiknya beri punishment yang tegas dan mendidik terhadap sikap, ucapan, dan perilaku yang menyinggung perbedaan gender.
  1. Membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan social
Pelayanan pendidikan dan penegakan peraturan sekolah tidak boleh mempertimbangkan status social siswa. Baurkan siswa dari beragam status social dalam kelompok dan kelas untuk berinteraksi normal di sekolah. Meskipun begitu, guru dan siswa harus tetap memahami perbedaan social yang ada di antara teman-temannya. Pemahaman ini bukan untuk menciptakan perbedaan, sikap lebih tinggi dari yang lain, atau sikap rendah diri bagi yang kurang, namun untuk menanamkan sikap syukur atas apapun yang dimiliki. Selanjutnya dikembangkan kepedulian untuk tidak saling merendahkan namun saling mendukung menurut kemampuan masing-masing. Sikap empati dan saling membantu tidak hanya ditanamkan di lingkungan sekolah saja. Suatu waktu siswa bisa diajak berkegiatan social di luar sekolah seperti dip anti asuhan, panti jompo, dan sebagainya. Atau bila ada musibah diantara warga sekolah atau daerah lain siswa diajak berdoa dan memberikan sumbangan. Sekecil apapun doa, ucapan simpati, jabat tangan, pelukan, atau bahkan bantuan material akan sangat bermakna bagi pembentukan karakter siswa juga siapapun yang menjadi obyok empati.
  1. Membangun sikap antideskriminasi etnis
Sekolah bisa jadi menjadi Indonesia mini atau dunia mini, di mana berbagai etnis menuntut ilmu di sekolah. Di sekolah bisa jadi suatu etnis mayoritas terhadap etnis lainnya. Tetapi perlu dipahami, di sekolah lain etnis yang semula mayoritas bisa jadi menjadi minoritas. Hindari sikap negative terhadap etnis yang berbeda. Tanamkan dan biasakan pergaulan yang positif. Pahamkan bahwa inilah Indonesia yang hebat, warganya beraneka ragam suku atau etnis, bahasa, tradisi namun bisa bersatu karena sama-sama berbahasa Indonesia. “Ciptakan kultur dan kehidupan sekolah yang Bhinneka Tunggal Ika dengan interaksi dan komunikasi yang positif”.
  1. Menghargai perbedaan kemampuan
Sekolah tidak semua siswanya berkemampuan sama atau standar. Dalam psikologi social dikenal istilah disability, artinya terdapat sebuah kondisi fisik dan mental yang membuat seseorang baiknyadibiasakan pembauran siswa unggul dan lemah dalam kelompok atau kelas agar terjadi pembimbingan sebaya, yang unggul semakin kuat pemahamannya tentang suatu materi dan bermanfaat dengan ilmunya, serta yang kurang memperoleh guru sebaya yang lebih komunikatif dan merasa diterima oleh teman-temannya.
  1. Menghargai perbedaan umur
Setiap individu siswa mengalami pertumbuhan fisik danperkembangan kejiwaannya sesuai pertambahan umurnya. Guru harus memahami ini, terutama tentang karakteristik psikologis dan tingkat kemampuan sesuai umurnya. Seharusnya yang lebih tua memberi tauladan, member motivasi, member kepercayaan, demokratis, membimbing, mengasuh, dan melindungi yang lebih muda. Yang muda menghormati, sopan santun, menauladani kebaikan, dan membantu yang lebih tua.
            Menyikapi kondisi sekolah sebagai “dunia” multicultural, pengambil kebijakan dan warga sekolah harus mengubah paradigma dan system sekolah menjadi paradigm dan system sekolah yang multicultural. Secara bertahap harus disusun kembali system, peraturan, kurikulum, perangkat-perangkat pembelajaran, dan lingkungan fisik atau sarana prasarana sekolah yang berbasis multicultural berdasarkan kesepakatan warga sekolah. Selanjutnya adalah secara kontinyu dilakukan orientasi kepada warga sekolah terutama warga baru, sosialisasi, tauladan guru dan kakak kelas, pembiasaan kultur sikap dan perilaku multicultural, serta pemberian reward dan punishment tentang pelaksanaan kultur sekolah dengan konsisten.
Di sinilah urgensi pendidikan multicultural untuk dihadirkan dalam dunia pendidikan saat ini. Sebab, pendidikan melalui sekolah merupakan instrument paling ampuh untuk memberikan penyadaran (conscious) kepada masyarakat, supaya tidak timbul konflik etnis, budaya dan agama.
Penutup
Pendidikan multikulturalisme merupakan sebuah proses pengembangan potensi manusia seperti intelektual, social, religious, moral, ekonomi, teknis, kesopanan, etnis budaya yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu, subyek, obyek, dan relasinya. Oleh karena itu diartikan sebagai pendidikan yang menghargai pluralitas.
Pendidikan sangat penting diterapkan di Indonesia, karena tingkat keragaman Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat dan istiadat dan agama. Sekolah sebagai agen perubahan merupakan wahana yang tepat untuk proses pengembangan kepekaan rasa, apresiasi positif dan daya kreatif melalui pendidikan dengan pendekatan multicultural.

*) Pengawas SMA pada Disdik Kota Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar