PENTINGNYA
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH
Oleh
: Aris Priyanto*)
Indonesia
adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu Negara
multicultural terbesar di dunia. Multikultural bangsa Indonesia ini bisa
diibaratkan pisau bermata ganda. Di satu sisi ia menjadi potensi yang berharga
dalam membangun peradaban bangsa, di sisi lain apabila tidak dikelola dengan
baik, multikulturalitas tersebut akan memunculkan konflik antar kelompok di
masyarakat. Untuk itu
perlu/pentingnya paradigma yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan
multicultural melalui sekolah.
Pendahuluan
Indonesia adalah Negara yang
berpenduduk majemuk, betapa tidak negara ini dihuni oleh suku bangsa yang
plural dengan aneka ragam agama/kepercayaan, suku (yang tersebar dilebih dari
17.000 pulau) bahasa daerah yang mencapai lebih dari 500 bahasa dan budaya.
Setiap individu yang hidup di negara ini pasti berhadapan dengan kebhinekaan,
kemajemukan menyusup dan merasuk dalam setiap ruang kehidupan, tidak terkecuali
dalam hal kepercayaan dan budaya.
Berdasar latar belakang tersebut
di atas, banyak ahli yang memandang faham ini sangat layak dijadikan paradigma
dalam proses pembangunan di Indonesia. Bertolak dari semangat untuk menerapkan
paradigma multicultural ke dalam sistem pembangunan, sekarang ini ada gagasan
untuk menerapkan pola-pola pendidikan multicultural di sekolah sekolah formal,
mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan jasmani, pendidkan
kepramukaan, kewirausahaan, dan kewarganegaraan (PKn) sesungguhnya dilakukan
sebagian dari proses usaha pembangunan cara hidup multicultural untuk
memperkuat wawasan kebangsaan.
- Pengertian pendidikan multicultural
Anderson
dan Custer (1994: 320) berpendapat bahwa pendidikan multicultural dapat
diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Pendidikan
multicultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. (Hilliard,
1991-19920). Banks (1993: 3) menyatakan bahwa pengertian pendidikan
multicultural sebagai pendidikan untuk people
of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengekplorasi perbedaan
sebagai keniscayaan, kemudian memberi apresiasi perbedaan itu dengan semangat egaliter dan toleran.
Ide
pendidikan multicultural muncul menjadi komitmen global sebagaimana
direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Isi rekomendasi adalah
1. Pedidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima
nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan
budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagai dan bekerja
sama dengan orang lain. 2. Pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan
mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh
perdaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. 3.
Pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan. Karena
itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam
pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara
lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan menerima.
- Pentingnya pendidikan multikultural
Pendidikan
multicultural sebagai pendidikan alternative penting dikembangkan dan dijadikan sebagai
model pendidikan di Indonesia dengan alasan: 1. Realita bahwa Indonesia adalah
Negara yang dihuni oleh berbagai suku, bangsa, etnis, agama, dengan bahasa yang
beragam dan membawa budaya yang heterogen serta tradisi dan peradapan yang beraneka
ragam. 2. Pluralitas tersebut secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia
ada. 3. Masyarakat menentang pendidikan yang berorientasi bisnis,
komersialisasi dan kapasitas yang mengutamakan golongan atau orang tertentu. 4.
Masyarakat tidak menghendaki kekerasan dan kesewenag-wenangan pelaksanaan hak
setiap orang. 5. Pendidikan
multicultural sebagai resistensi yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan
dan kesewenang-wenangan. 6. Pendidikan multicultural memberikan harapan dalam
mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. 7. Pendidikan
multicultural sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, social, kealaman, dan
keTuhanan.
- Fungsi Pendidikan Multikultural
Menurut
The National Council for Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang
menunjukan pentingnya keberadaan Pendidikan Multikultural, yaitu: memberi
konsep diri yang jelas, membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya
ditinjau dari sejarahnya, membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan
realitas itu memang ada pada setiap masyarakat, membantu mengembangkan
pembuatan keputusan (decision making), partisipasi social dan keterampilan
kewarganegaraan, mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Selain
itu pendidikan memberikan tekanan bahwa sekolah pada dasarnya berfungsi
mendasari perubahan masyarakat dan meniadakan penindasan dan ketidak adilan.
Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan yang dimulai dari diri siswa sendiri
yang lebih menghargai orang lain agar bisa hidup damai dengan sekelilingnya.
Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata perilakunya di lingkungan sekolah
dan berlanjut hingga masyarakat. Karena sekolah merupakan agen perubahan maka
diharapkan ada perubahan yang dapat terjadi di masyarakat, seiring dengan
terjadinya perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah, perubahan tersebut
sangat berkaitan agar siswa nantinya dapat tumbuh menjadi manusia yang mampu
menghadapi berbagai pluralism budaya.
- Implikasi Pendidikan Multikultural
Strategi
pendidikan multilkultural selanjutnya perlu dijabarkan dalam implikasi di
sekolah. Menurut pendapat beberapa ahli dan realita empiric, dapat disusun
tujuh implikasi strategi pendidikan dengan pendekatan multicultural yaitu:
- Membangun paradigma keberagaman inklusi di lingkungan sekolah. Guru sebagai orang dewasa dan kebijakan sekolah harus menerima bahwa ada agama lain selain agama yang dianutnya. Ada pemeluk agama selain dirinya yang juga memeluk suatu agama. Dalam sekolah yang muridnya beragam agama, sekolah harus melayani kegiatan rohani semua siswanya secara baik. Hilangkan kesan mayoritas minoritas siswa menurut agamanya. Setiap kegiatan keagamaan atau kegiatan apapun antar siswa yang beragama berbeda.
Hal
ini perlu diterapkan di sekolah yang berbasis agama tertentu atau menerima
siswa yang beragama sejenis. Guru dan kebijakan sekolah tidak mengungkapkan
secara eksplisit, radikal, dan provokatif dalam wujud apapun, karena di luar
sekolah itu siswa akan bertemu, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
yang berbeda agama. Sebagai bahan renungan, seorang guru harus peka dan
bijaksana menjelaskan sejarah Perang Salib, bom Bali, konflik antar pemeluk
agama di Madura, terorisme, dan sebagainya. Jangan sampai ada ketersinggungan
sekecil apapun karena kecerobohan ungkapan guru. Sekecil apapun singgungan tentang
agama akan membekas dalam benak siswa yang akan dibawa sampai dewasa.
- Menghargai keragaman bahasa di sekolah
Dalam
suatu sekolah bisa terdiri di guru, tenaga kependidikan, dan siswa yang berasal
dari berbagai wilayah dengan keragaman bahasa, dialek, dan logat bicara. Meski
ada bahasa Indonesia sebagai pengantar formal di sekolah, namun logat atau gaya
bicara selalu saja muncul dalam setiap ungkapan bahasa, baik lesan maupun
tulisan.
Sekolah
perlu memiliki peraturan yang mengakomodasi penghargaan terhadap perbedaan
bahasa. Guru serta warga sekolah yang lain tidak boleh mengungkapakan
rasa”geli” atau “aneh” ketika mendengarkan atau membaca ungkapan bahasa yang
berbeda dari kebiasaannya. Semua harus bersikap apresiatif dan akomodatif
terhadap perbedaan-perbedaan itu. Perbedaan yang ada seharusnya menyadarkan
kita bahwa kita sangat kaya budaya, mempunyai teman-teman yang unik dan
menyenangkan, serta dapat bertukar pengetahuan berbahasa agar kita kaya
wawasan.
- Membangun sikap sensitive gender di sekolah
Pembagian
tugas, menyebutkan contoh-contoh nama tokoh, dan sebagainya harus proposional
antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang lebih dominan atau sebaliknya
minoritas antara gender laki-laki dan perempuan. Dengan tetap mempertimbangkan
nilai-nilai kodrati, penerapan gender dalam fungsi-fungsi pembelajaran di
sekolah harus proposional karena setiap siswa laki-laki dan perempuan memiliki
potensi masing-masing. Perempuan jadi pemimpin, laki-laki mengurusi konsumsi,
atau yang lain saat ini bukan sesuatu yang tabu. Biarlah siswa mengembangkan
potensinya dengan baik tanpa bayang-bayang persaingan gender. Siapa yang
berpotensi biarlah dia yang berprestasi. Berilah reward pada siapapun dengan
gender apapun yang mampu berpretasi, sebaiknya beri punishment yang tegas dan
mendidik terhadap sikap, ucapan, dan perilaku yang menyinggung perbedaan
gender.
- Membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan social
Pelayanan
pendidikan dan penegakan peraturan sekolah tidak boleh mempertimbangkan status
social siswa. Baurkan siswa dari beragam status social dalam kelompok dan kelas
untuk berinteraksi normal di sekolah. Meskipun begitu, guru dan siswa harus
tetap memahami perbedaan social yang ada di antara teman-temannya. Pemahaman
ini bukan untuk menciptakan perbedaan, sikap lebih tinggi dari yang lain, atau
sikap rendah diri bagi yang kurang, namun untuk menanamkan sikap syukur atas
apapun yang dimiliki. Selanjutnya dikembangkan kepedulian untuk tidak saling
merendahkan namun saling mendukung menurut kemampuan masing-masing. Sikap
empati dan saling membantu tidak hanya ditanamkan di lingkungan sekolah saja.
Suatu waktu siswa bisa diajak berkegiatan social di luar sekolah seperti dip
anti asuhan, panti jompo, dan sebagainya. Atau bila ada musibah diantara warga
sekolah atau daerah lain siswa diajak berdoa dan memberikan sumbangan. Sekecil
apapun doa, ucapan simpati, jabat tangan, pelukan, atau bahkan bantuan material
akan sangat bermakna bagi pembentukan karakter siswa juga siapapun yang menjadi
obyok empati.
- Membangun sikap antideskriminasi etnis
Sekolah
bisa jadi menjadi Indonesia mini atau dunia mini, di mana berbagai etnis
menuntut ilmu di sekolah. Di sekolah bisa jadi suatu etnis mayoritas terhadap
etnis lainnya. Tetapi perlu dipahami, di sekolah lain etnis yang semula
mayoritas bisa jadi menjadi minoritas. Hindari sikap negative terhadap etnis
yang berbeda. Tanamkan dan biasakan pergaulan yang positif. Pahamkan bahwa
inilah Indonesia yang hebat, warganya beraneka ragam suku atau etnis, bahasa,
tradisi namun bisa bersatu karena sama-sama berbahasa Indonesia. “Ciptakan
kultur dan kehidupan sekolah yang Bhinneka Tunggal Ika dengan interaksi dan
komunikasi yang positif”.
- Menghargai perbedaan kemampuan
Sekolah
tidak semua siswanya berkemampuan sama atau standar. Dalam psikologi social
dikenal istilah disability, artinya terdapat sebuah kondisi fisik dan mental
yang membuat seseorang baiknyadibiasakan pembauran siswa unggul dan lemah dalam
kelompok atau kelas agar terjadi pembimbingan sebaya, yang unggul semakin kuat
pemahamannya tentang suatu materi dan bermanfaat dengan ilmunya, serta yang
kurang memperoleh guru sebaya yang lebih komunikatif dan merasa diterima oleh
teman-temannya.
- Menghargai perbedaan umur
Setiap
individu siswa mengalami pertumbuhan fisik danperkembangan kejiwaannya sesuai
pertambahan umurnya. Guru harus memahami ini, terutama tentang karakteristik
psikologis dan tingkat kemampuan sesuai umurnya. Seharusnya yang lebih tua
memberi tauladan, member motivasi, member kepercayaan, demokratis, membimbing,
mengasuh, dan melindungi yang lebih muda. Yang muda menghormati, sopan santun,
menauladani kebaikan, dan membantu yang lebih tua.
Menyikapi
kondisi sekolah sebagai “dunia” multicultural, pengambil kebijakan dan warga
sekolah harus mengubah paradigma dan system sekolah menjadi paradigm dan system
sekolah yang multicultural. Secara bertahap harus disusun kembali system,
peraturan, kurikulum, perangkat-perangkat pembelajaran, dan lingkungan fisik
atau sarana prasarana sekolah yang berbasis multicultural berdasarkan
kesepakatan warga sekolah. Selanjutnya adalah secara kontinyu dilakukan
orientasi kepada warga sekolah terutama warga baru, sosialisasi, tauladan guru
dan kakak kelas, pembiasaan kultur sikap dan perilaku multicultural, serta
pemberian reward dan punishment tentang pelaksanaan kultur sekolah dengan
konsisten.
Di
sinilah urgensi pendidikan multicultural untuk dihadirkan dalam dunia
pendidikan saat ini. Sebab, pendidikan melalui sekolah merupakan instrument
paling ampuh untuk memberikan penyadaran (conscious) kepada masyarakat, supaya
tidak timbul konflik etnis, budaya dan agama.
Penutup
Pendidikan
multikulturalisme merupakan sebuah proses pengembangan potensi manusia seperti
intelektual, social, religious, moral, ekonomi, teknis, kesopanan, etnis budaya
yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu, subyek, obyek, dan relasinya. Oleh
karena itu diartikan sebagai pendidikan yang menghargai pluralitas.
Pendidikan
sangat penting diterapkan di Indonesia, karena tingkat keragaman Indonesia yang
terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat dan istiadat dan agama. Sekolah
sebagai agen perubahan merupakan wahana yang tepat untuk proses pengembangan
kepekaan rasa, apresiasi positif dan daya kreatif melalui pendidikan dengan
pendekatan multicultural.
*)
Pengawas SMA pada Disdik Kota Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar