PENGEMBANGAN
KREATIVITAS PADA ANAK USIA DINI MELALUI AKTIVITAS BERMAIN
Oleh: Aris Priyanto*
Abstrak
Definisi anak usia dini yang dikemukan oleh NAEYC(National Assosiation Education for Young
Chlidren) adalah sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0
– 8 tahun. Anak usia dini merupakan sekelompok manusia yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia tersebut para ahli menyebutnya sebagai
masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan
kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan
pada fisik, kognitif, sosi-emosional, bahasa, dan kreativitas yang seimbang
sebagai peletak dasar yang tepat guna pembentukan pribadi yang utuh.
Kreativitas merupakan salah satu potensi anak yang harus
dikembangkan sejak dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif, bila ditinjau dari
segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan, oleh karena itu perlu
dipupuk sejak usia dini. Melalui aktivitas bermain yang sistematis dan
disesuiakan dengan kelompok usia pertumbuhan dan perkembangan maka potensi
kreativitas anak akan berkembang secara optimal. Bermain sangat penting bagi
anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Herbert
Spencer (Catron & Allen, 1999) menyatakan bahwa anak bermain karena mereka
punya energi berlebih. Anak bermain karena mereka berinteraksi guna belajar
mengkreasikan pengetahuan. Jadi bermain sangat besar sumbangannya terhadap daya
kreativitas anak usia dini.
Kata
kunci: Anak usia dini, kreativitas, aktifitas bermain
Pendahuluan
Data memperlihatkan bahwa layanan
pendidikan anak usia dini di Indonesia masih termasuk sangat rendah. Sampai
dengan tahun 2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah anak usia 0 – 6 tahun di Indonesia
yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru 28% (7.347.240 anak). Khusus
untuk anak 4 – 6 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%) yang belum
mendapatkan layanan pendidikan. Layanan pendidikan kepada anak usia dini
merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya
sampai dewasa. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991: 27) bahwa tahun-tahun awal
kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap
dan perilaku anak sepanjang hidupnya.
Hasil penelitian di bidang neurologi yang
dilakukan Benyamin S. Bloom, seorah ahli pendidikan dari Universitas Chicago,
Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel
jaringan otak pada anak usia 0 – 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun
mencapai 80%. Maka masa kanak-kanak dari usia 0 – 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi sekali
dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk
merangsang pertumbuhan kecerdasan otak anak dengan memberikan perhatian
terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Layanan
pendidikan untuk anak usia dini dalam tulisan ini adalah dengan pendekatan
bermain. Bermain sambil belajar merupakan sebuah slogan yang harus dimaknai
sebagai satu kesatuan, yakni belajar yang dilakukan anak adalah melalui bermain.
“Bermain sambil belajar” slogan ini sangat sesuai dengan karakteristik
kurikulum untuk anak usia dini, terutama kurikulum untuk anak Taman
Kanak-Kanak. Bermain, disebutkan dalam kurikulum merupakan pendekatan dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Upaya-upaya pendidikan
yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang
menyenangkan, dan menggunakan strategi metode, materi,/bahan, media yang
menarik, serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya,
sehingga pembelajaran menjadi bermakna (Puskur Balitbang, 2002).
Salah satu
potensi yang dimiliki anak adalah kreativitas. Kreativitas anak usia dini dapat
dikembangkan melalui bermain, hal ini diperkuat dengan penelitiannya Munandar
(2004: 94) bahwa menunjukan hubungan yang erat antara sikap bermain dan
kreativitas. Vygotsky (Sofia Hartati. 2005: 15-16) meyakini bahwa bermain
mengarahkan perkembangan. Bermain memberikan suatu konteks bagi anak untuk
mempraktekan keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga untuk
berfungsi pada puncak kemampuan mereka yang berkembang untuk mengambil
peran-peran social baru, memcoba tugas-tugas baru dan menantang, serta
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Selain itu untuk mendukung
perkembangan kognitif, bermain memerankan fungsi-fungsi penting dalam
perkembangan fisik, emosi, dan social anak. Anak
mengekspresikan dan mengemukakan ide-ide, pikiran, dan perasaan mereka ketika
terlibat dalam bermain simbolik. Selama bermain anak dapat belajar
mengendalikan emosi, berinteraksi dengan yang lain, memecahkan konflik, dan
memperoleh rasa berkemampuan. Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan
imajinasi dan kreativitas anak. Oleh karena itu, bermain yang dilakukan oleh
anak dan didukung oleh guru merupakan komponen yang esensial dari pembelajaran
berorientasi pada perkembangan.
Anak usia dini
Pengertian anak usia dini memiliki
batasan usia dan pemahaman yang beragam, tergantung dari sudut pandang yang
digunakan. Secara tradisional pemahaman tentang anak sering diidentifikasikan
sebagai manusia dewasa mini, masih polos dan belum bisa apa-apa atau dengan
kata lain belum mampu berfikir. Pemahaman lain tentang anak usia dini adalah
anak merupakan manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus
dikembangkan. Hurlock (1980), masa anak usia dini dimulai stelah bayi yang
penuh dengan ketergantungan, yaitu kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak
matang secara seksual. Ia memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak
sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa
seutuhnya. Karakteristik anak usia dini yang khas menurut Richard D. Kellough
(1996) adalah: 1. Anak itu bersifat
Egosentris, ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang
dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari perilakunya seperti
masih berebut alat-alat mainan, menangis bila menghendaki sesuatu yang tidak
dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan sesuatu terhadap orang lain.
Karakteristik seperti ini terkait dengan perkembangan kognitifnya yang menurut
Piaget disebutkan bahwa anak usia dini sedang berada pada fase transisi dari
fase praoperasional (2-7) ke fase operasional konkret (7-11). 2. Anak Memiliki Rasa Inggin Tahu Yang Besar,
Menurut persepsi anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan
menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan anak yang tinggi. Rasa
keingintahuan sangatlah bervariasi, tergantung dengan apa yang menarik
perhatiannya. Sebagai contoh, anak lebih tertarik dengan benda yang menimbulkan
akibat dari pada benda yang terjadi dengan sendirinya. 3. Anak adalah Mahluk Sosial, Anak senang diterima dan berada dengan
teman sebayanya. Mereka senang bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan
pekerjaannya. Mereka secara bersama saling memberikan semangat dengan sesama
temannya. Anak membangun konsep diri sendiri melalui interaksi sosial. Ia akan
membangun kepuasan melalui penghargaan diri ketika diberikan kesempatan untuk
bekerjasama dengan temannya. 4. Anak
Bersifat Unik, Anak merupakan individu yang unik di mana masing-masing
memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berseda
satu dengan yang lainnya. Di samping memiliki kesamaan, menurut Bredekamp
(1987), anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar,
minat, dan latar belakang keluarga. 5. Anak
Umumnya Kaya Dengan Fantasi, Anak senang dengan hal-hal yang bersifat
imajinasi, sehingga pada umumnya ia kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita
melebihi pengalaman-pengalaman aktualnya atau kadang bertanya hal-hal gaib
sekalipun. Hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang
dilihatnya. Sebagai contoh, ketika anak melihat gambar sebuah robot, maka
imajinasinya berkembang bagaimana robot itu berjalan dan bertempur dan
seterusnya. 6. Anak memiliki daya
konsentrasi yang pendek, Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada
suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan
perhatian pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat
mengalihkan perhatian pada kegiatan lain, kecuali memang kegiatan tersebut
selain menyenangkan juga bervariasi dan
tidak membosankan. Menurut Berg (1988) disebutkan bahwa sepuluh menit adalah
waktu yang wajar bagi anak usia sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan
memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya perhatian yang pendek membuat ia
sangat sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang
lama, kecuali terhadap hal-hal yang menyenangkan, pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan. 7. Anak
merupakan masa belajar yang paling potensial, Masa usia dini disebut
sebagai masa golden age atau magic years, NAEYC(1992) mengemukan
bahwa masa-masa awal kehidupan tersebut sebagai masa-masanya belajar dengan
slogannya: “Early Years are Learning
Years“. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini, anak
mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat
pada berbagai aspek. Pada periode ini hampir seluruh potensi anak mengalami
masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu,
pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari
lingkungannya.
Kreativitas
Kreativitas adalah suatu kondisi,
sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin
dirumuskan secara tuntas. Ada beberapa pengertian menurut para ahli tentang
kreativitas, menurut Supriyadi (2001: 7) kreativitas adalah kemampuan seseorang
untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Munandar (1995)
mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi
baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang
yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat. Endang
Rini Sukamti (2010: 53) kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsur-unsur yang telah ada
sebelumnya menjadi sesuatu yang yang bermakna atau bermanfaat. Dari penjelasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru berdasarkan ide, gagasan yang dikombinasikan dari hasil
penemuan-penemuan sebelumnya, akhirnya menjadi karya baru yang berguna.
Keberhasilan kreativitas menurut
Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara
keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berfikir
dan bekerja kreatif, dan motivasi instrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut,
yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection), dapat digambarkan sebagai berikut ini:
The Creativity Intersection

Gambar 1. Teori Persimpangan
Kreativitas
Sumber: T.M. Amabile (Munandar,
2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat)
Proses berfikir kreatif, Gambaran mengenai bagaimana dan kapan proses
kreatif sedang berjalan teramat abstrak untuk dijelaskan. Proses kreatif
berjalan bersifat misterius, personal, dan subyektif. Menurut Wallas ada empat
tahap dalam proses kreati yaitu: 1. Persiapan, adalah tahap pengumpulan
informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dlam tahap ini
terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan
masalah yang dihadapinya. 2. Inkubasi, adalah tahap dieraminya proses pemecahan
masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu,
bisa lama, dan bisa juga sebentar. Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi
proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat lagi pada saat
berakhirnya tahap pengeraman dan munculnya masa berikutnya. 3. Iluminasi, yaitu
tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam
tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan. 4. Verifikasi, adalah tahap
munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan kritis, yang sudah mulai
dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.
Bermain
Pengertian bermain, Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya
mengenai bermain, Hurlock dalam Tadkiroatun Musfiroh (2008 : 1) mengemukakan
bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka
rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Plato, Aristoteles, Frobel
dalam Mayke S. (2007: 2) menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai
nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli tentang definisi bermain, dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan suatu kegiatan yang dapat merangsang kreativitas serta daya fikir anak secara optimal tanpa
anak tersebut merasa terpaksa untuk melakukannya. Kegiatan bermain untuk bagi anak-anak dapat
memberi pelajaran atau pengalaman bagaimana beradaptasi baik itu dengan
lingkungan, orang lain, maupun dengan dirinya sendiri. Dalam kegiatan bermain
anak-anak tidak sungguh-sungguh, melainkan bertindak sesuai perannya, akan
tetapi walaupun demikian bermain merupakan suatu hal yang serius bagi mereka.
Ciri-ciri Bermain, Kegiatan
bermain mengandung unsur: (1) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak; anak
menikmati kegiatan bermain tersebut; mereka tampak riang dan senang; (2)
dorongan bermain bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain; (3) anak
melakukan secara spontan dan suka rela; anak tidak merasa diwajibkan; (4) semua
anak ikut serta secara bersama-sama sesuai peran masing-masing; (5) anak berlaku
pura-pura, atau memerankan sesuatu; anak pura-pura marah atau menangis; (6)
anak menetapkan aturan main sendiri, baik aturan yang diadopsi dari orang lain
maupun aturan yang baru; aturan main itu dipatuhi oleh semua peserta bermain;
(7) anak berlaku aktif; mereka melompat atau menggerakan tubuh, tangan dan tidak sekedar melihat; (8) anak bebas memilih
mau bermain apa dan beralih ke kegiatan bermain lain; bermain bersifat
fleksibel.
Berikut ini merupakan ciri-ciri bermain yang ditampilkan secara
visual.


Gambar 2.
Ciri-ciri bermain
Sumber: Tadkiroatun Musfiroh (2008: 4 Cerdas melalui
Bermain)
Pengembangan
Kreativitas melalui Bermain
Bermain merupakan cara yang paling
baik untuk mengembangkan kemampuan anak. Mulai bermain secara alamiah anak
menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri. Dalam bermain anak-anak
dapat menghargai perasaan orang lain dan merasakan kepercayaan diri mereka
dalam proses yang dinamis, hal-hal yang terpenting untuk dirinya dan pengalaman
bermain yang positif (Caplan & Caplan, 1974 dalam Carrol, 1992). Bagi
anak-anak dunia bermain adalah dunia mereka. Bermain mempengaruhi pikiran,
mental, kematangan emosional dan perkembangan jiwa mereka. Saat bermain anak
merasa bebas menemukan dunianya sendiri dalam
berkarya dan merasa berkaya.
Bermain menyediakan kesempatan untuk
melahirkan ide-ide dan memperluas ide-ide baru. Ide-ide tersebut untuk
diujicobakan di dalam suasana yang tidak konduksif untuk mengembangkan
kemampuan mengembangkan masalah anak-anak (Sawyers, Moran, dan Tegano, 1986).
Dengan demikian dalam bermain akan tumbuh daya kreativitas. Kreativitas
dikembangkan melalui pengalaman bermain yang imajinatif, membiarkan anak-anak
untuk terlibat dalam bermain peran untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan
inovatif dalam proses bermain peran (Curry, and Arnaud,1984).
Anak usia dini yang terlibat dalam
pembelajaran imajinatif diharapkan mampu menghasilkan respon yang sesungguhnya
terhadap tugas-tugas kreativitas (Moren, Sawyer, Fu, dan Milgram, 19884).
Lingkungan bermain tidak selalu menyertakan harapan-harapan yang pasti bagi
tingkah laku anak dan pendidikannya di masa datang. Oleh karena itu, selalu ada
resiko tidak setuju dengan keadaan dan melahirkan berbagai ide yang berbeda
yang merupakan komponen penting dari perkembangan kreativitas anak
(Starkwather, 1971).
Demikian besar peran bermain dalam
kehidupan anak sebagaimana diungkapkan oleh banyak ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa bermain merupakan sarana utama dalam pengembangan kreativitas
anak. Kegiatan-kegiatan kreatif tersebut tidak hanya terbatas pada ekspresi
seni, namun aktivitas kelas di setiap aspek kegiatan memiliki potensi untuk
megangkat kreativitas jika guru dan materi yang disajikan dapat meningkatkan
eksplorasi, ide-ide baru dan solusi pemecah masalah. Jadi, perkembangan
kreativitas anak merupakan lanjutan dari proses pembelajaran melalui permainan
yang didukung oleh sarana-sarana bermain yang ada dan lingkungan belajar yang
flesibel (Papler, 1986, 1986; dalam Carol, 1992).
Bermain sangat penting bagi
perkembangan anak pada semua fase perkembangan. Berbagai penelitian menunjukan
bahwa permainan imajinasi (bermain simbolis) dapat mengembangkan berbagai
kemampuan, termasuk kreativitas, perkembangan daya ingat, kerja sama, penerimaan
kosa kata, persahabatan, dan pengendalian diri.
Kreativitas bukanlah sebagai
perkembangan tambahan; tapi komponen utuh dari lingkungan bermain yang spontan
dan potensial. Kreativitas merupakan aspek tetap dalam semua aspek
perkembangan. Oleh karenanya, sebuah pembelajaran tidak hanya terfokus pada
satu area; akan tetapi harus mendukung dan menguatkan perkembangan anak di
segala aspek. Lingkungan bermain yang kreatif adalah dasar filosofi dari suatu
bentuk pembelajaran yang dapat mengembangkan kreatifitas pada anak usia dini.
Kegiatan bermain yang dilakukan anak
pada dasarnya mencerminkan tingkat, tingkat perkembangan mereka. Berikut akan
diuraikan tentang tahapan bermaian dari beberapa ahli. Sesuai dengan tingkat
usia seorang anak, tahapan bermain di bagi menjadi tiga tahap, yaitu:
- Exploration Play (0 – 2 tahun); Dalam tahap ini anak sudah mulai timbul rasa ingintaunya untuk menjelajahi dunia sekitar dan dirinya sendiri. Anak akan bergerak ke sana ke mari hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya, dilakukan tanpa aturan serta tujuan yang jelas.
- Competency Play (3 – 6 tahun); adalah tahap anak melakukan aktivitas dengan cara meniru orang lain yang dilihatnya. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu, misalnya cara memegang crayon atau pensil.
- Achievement Play (7 – 10 tahun); adalah tahap permainan di mana anak sudah mulai melakukan kegiatan bermain yang sifatnya kompetitif. Kegiatan ini dilakukan karena anak sudah ingin menunjukan pretasinya
Kesimpulan
Bermain sangat penting bagi anak.
Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dengan bermain berkembangan
anak akan tercapai secara optimal. Bermain merupakan cara yang paling baik
untuk mengembangkan kreativitas anak usia dini.
Daftar Pusaka
Akbar R, dkk. (2001).
Kreativitas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Catron,
Carol E. & Allen, Jan (1999). Early
Childhood Curriculum A creative-Play Modell. New
Jersey:
Prentice-Hall.
Direktorat Tenaga
Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0 – 6 Tahun,
Jakarta: PT
Grasindo.
Hartati, S. (2005). Perkembangan
Belajar pada Anak Usia Dini. Depdiknas Dirjen Dikti. Jakarta
Hurlock,
Elizabeth B. Psikologi Perkembangan,
terjemahan Istiwidayanti dan Soejarwo. Jakarta:
Erlangga, 1996
Munandar, Utami S.C. (1992). Mengembangkan Bakat dan
Kreativitas Anak Sekolah
Jakarta : PT
Grasindo
Musfiroh, T. (2008). Cerdas
Melalui Bermain, Jakarta: PT Grasindo
Puskur Balitbang, 2002a. Kurikulum
Berbasis Kompetensi untuk Taman Kanak-kanak, Sekolah
Dasar, dan
Sekolah Menengah: kebijakan kurukulum. Jakarta: Pusat Kurikulum
Balitbang,
Depdiknas
Semiawan,
C.R. (2002). Belajar
dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini: Pendidikan
Sukamti, Endang R. dkk. (2010).
Bermain dan Kreativitas sebagai Fondasi bagi Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini. FIK UNY: Yogyakarta
Supriyadi, D. (2001). Kreativitas Kebudayaan & Perkembangan
Iptek, Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar